Pandangan Martin Luther Mengenai Imamat Kristus (Reading Report From Gerald O’Collins, SJ and Michael Keenan Jones Chapter 7: Page 128-148)

 

Pada abad keenam belas pembicaraan mengenai imamat Kristus menjadi topik yang penting. Dilatarbelakangi oleh kehidupan Gereja yang kelam karena perilaku para imam dan juga gerakan untuk melihat isi Kitab Suci dalam teks yang asli membuat beberapa orang memulai mengemukakan pendapat mereka tentang imamat Kristus. Adapun tokoh yang menyampaikan pandangan mengenai imamat Kristus yaitu Martin Luther.

 

Martin Luther (1483-1546)

            Dalam sebuah risalah tahun 1520, Luther menuliskan bahwa Kristus adalah imam internal. Kritus mengajar secara internal dalam hati manusia dan menjadi perantara Allah dengan manusia. Bagi Luther, imamat merupakan suatu hukum penting dalam kehidupan umat kristiani. Buah dari imamat itu dapat sungguh berdaya guna bila orang  hidup dengan saling memikul beban (bdk. Gal. 6:2). Imamat dalam diri setiap orang  diperoleh melalui Sakramen Baptis, bukan Sakramen Tahbisan. Oleh karena itu, semua orang Kristiani menjadi imam berkat Sakramen Baptis yang diperoleh.

            Semua orang Kristiani memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tiga hal penting dalam kehidupan yaitu berkotbah, saling mendoakan dan berkorban satu sama lain. Hal ini didasari oleh Sakramen Baptis yang diterima. Sakramen Baptis membuat semua orang Kristiani memiliki hak dan kewajiban untuk mengajar dan menyebarkan firman Tuhan. Kemudian, Luther mengemukakan bahwa imamat umat Kristiani itu berasal dari imamat Kristus sebagai imam sejati. Maka, untuk menjalankan fungsi imamat orang Kristiani belajar dan berteladan pada Kristus.

            Dalam khotbah tahun 1519 tentang Sakramen Tobat, Luther menegaskan bahwa setiap anggota Gereja telah menerima otoritas pewartaan dan membawa anugerah pengampunan kepada sesama. Anugerah ini ada pada semua umat Kristiani, bukan hanya imam yang ditahbiskan saja. Lebih lanjut lagi, Luther berbicara tentang Ekaristi. Baginya, Ekaristi merupakan tanda pasti solidaritas semua umat beriman. Mereka yang menerima Ekaristi dipanggil untuk berbagi dengan penuh kasih satu sama lain dalam kehidupan. Di samping itu, dari sudut pandang teologis, Luther berpendapat bahwa kurban adalah sesuatu yang dipersembahkan pada Tuhan, sedangkan wasiat dan janji merupakan hal yang diterima. Oleh karena itu tidak bisa dalam Ekaristi orang mempersembahkan kepada Tuhan sekaligus menerima dari Tuhan secara bersamaan.

            Protes Luther terhadap Ekaristi sebagai kurban dilatarbelakangi oleh berbagai praktek yang marak terjadi dalam merayakan Misa. Praktek tersebut antara lain: merayakan Misa sendirian, penggunaan altar samping, Misa beberapa kali dalam sehari dan Misa yang dipersembahkan dengan pembayaran tunjangan. Berbagai praktek ini menjadi keprihatinan Luther dan para Reformator lainnya, sebab setiap kali Misa dirayakan di banyak tempat dan tidak ada hubungannya dengan kebutuhan pastoral umat.

            Luther pun juga menulis tiga risalah antara tahun 1520 dan 1523 yang membahas kekawatirannya tentang Gereja dan dunia pada masa itu. Risalah pertama, In The Freedom of a Christian. Dalam risalah ini Luther berbicara kepada Paus Leo X tentang kekhawatirannya terhadap kehidupan para imam. Ia melihat bahwa gaya hidup para imam berbeda dengan gaya hidup Yesus. Risalah kedua, The Babylonian Captivity of the Chruch. Dalam risalah ini, Luther mengkritik system gerejawi yang dinilai telah membuat banya orang Kristiani menjauh dari iman yang benar sebagaimana yang dimaksudkan oleh Kitab Suci. Hal ini dilihat sama seperti orang-orang Yahudi dibawa dari Yerusalem ke dalam perbudakan. Contoh dari hal ini ialah praktek menerima Ekaristi; awam menerima roti saja, sedangkan imam menerima roti dan anggur. Padahal, menurut Luther Perjamuan Terakhir diwariskan oleh Yesus untuk semua orang (bdk. Mat. 26:27). Risalah ketiga, Temporal Authority. Dalam risalah ini, Luther mempertanyakan sejauh mana otoritas yang dimiliki oleh Gereja. Luther membela para penguasa dan pemerintah terhadap gagasan yang berkembang yaitu Gereja sebagai sumber otoritas duniawi. Luther mengatakan bahwa melalui baptisan semua orang beriman disatukan dengan Kristus dan melaksanakan panggilan sebagai raja dan imam. Para kaum tertahbis tidak lebih tinggi dan lebih baik dari umat beriman lainnya.

            Luther pun menekankan bahwa Kristus adalah tempat pelindungan umat beriman. Ia kemudian menggambarkan perlindungan Kristus itu seperti seekor ayam betina yang mengumpulkan dan melindungi anak-anaknya. Kristus melindungi setiap orang beriman dari berbagai ketakutan yang bersifat menghakimi. Selain itu, Luther mengatakan bahwa imamat Kristus itu mencapai puncaknya ketika Dia berseru di kayu salib. Tindakan Kristus ini menggambarkan dengan jelas mengenai imam sejati, imam yang mau mengorbankan dirinya demi menebus umat beriman. Melalui tindakan Kristus ini semua umat beriman mendapat warisan yang berharga yaitu  pengampunan dosa dan kepemilikan Kerajaan Allah.

            Sebagai imam surgawi, Kristus menjalankan imamatnya di hadirat Allah. Setiap orang beriman dipanggil untuk menaruh kepercayaan bahwa Kristus menjadi imam di hadapan Allah atas namanya. Kristus tidak hanya memberi teladan bagaimana jalan menuju Bapa, tetapi juga mengulurkan tangan untuk membawa orang berjumpa dengan Bapa. Oleh karena itu, Kristus menjadi imam sejati, satu-satunya imam yang mengantar orang menuju Bapa.

 

Catatan Kritis

            Pandangan Luther mengenai imamat Kristus ini sesungguhnya merupakan suatu kilas balik yang mengajak orang, terlebih khusus para imam, untuk memaknai imamat secara lebih  mendalam. Dalam kaitannya, dengan perkuliahan teologi imamat dan kepemimpinan pastoral, poin penting dari argumen Luther yang menarik ialah bahwa imamat itu tidak pernah terlepas dari imamat Kristus. Kristus adalah imam sejati dan dari pada-Nya, setiap orang mengambil tugas untuk menjalankan fungsi imamatnya. Sebagai imam, Kristus sungguh-sungguh menjalankan perutusan-Nya yaitu mengorbankan diri untuk menebus dosa umat manusia. Nilai pengorbanan inilah yang penting. Orang menjadi imam perlu menjadi ‘kurban’ bagi orang lain. Sebab, imam adalah pelayan bagi umat beriman.

            Dalam argumen Luther mengenai imamat Kristus ini, hal yang masih dicampuradukkan yaitu pemahaman mengenai imamat umum dan imamat jabatan. Luther terlalu menekankan imamat umum atau imamat universal yang ada pada setiap umat beriman Kristiani. Memang melalui Sakramen Baptis, orang beriman menerima tugas sebagai imam, nabi dan raja. Akan tetapi, panggilan imam yang diterima dalam Sakramen Baptis itu merupakan imamat umum. Hal ini berbeda dengan imamat jabatan yang diterima pada saat seseorang  menerima Sakramen Tahbisan. Pertanyaannya apa yang menjadi persamaan dan pembeda antara imamat umum dan jabatan?       

            Imamat umum diperoleh setiap orang beriman melalui Sakramen Baptis, sedangkan imamat jabatan diperoleh melalui Sakramen Tahbisan. Melalui imamat umum dan imamat jabatan, setiap umat beriman dengan cara khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus. Imam jabatan membentuk dan memimpin umat beriman, sedangkan umat beriman melaksanakan imamatnya dengan menyambut sakramen-sakramen, dalam berdoa dan bersyukur, dengan memberikan kesaksian hidup suci, dengan pengingkaran diri serta cinta kasih yang aktif. (bdk. Lumen Gentium art. 10).

 



Komentar

Postingan Populer