Spiritualitas Keluarga di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazareth Sa’pak Bayobayo
A. Pengantar
Salah satu budaya yang dominan di medan pelayanan Gereja Lokal KAMS ialah budaya Toraja dan mayoritas umat beriman Gereja Lokal KAMS berada di Toraja. Sejauh ini Gereja telah mengambil berbagai langkah inkulturasi, baik itu mengenai inkulturasi liturgi maupun inkulturasi budaya modern. Beberapa waktu terakhir salah satu inkulturasi yang ‘viral’ ialah kehadiran Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa’pak Bayobayo Toraja (PZK2N-SBT). Oleh karena itu, kelompok tertarik untuk mendalami inkulturasi di tempat ziarah tersebut dan sejauh mana dampak yang diberikan, baik kepada umat beriman maupun masyarakat luas melaui survey sederhana. Kemudian, kelompok membuat suatu analisa tentang keluarga yang akan menjadi sumbangan bagi umat beriman dalam menghidupi spiritualitas keluarga di Pusat Ziarah Keluarga Kudus Sa’pak Bayobayo.
B. Pembahasan
Penelitian Mengenai Pusat Ziarah Keluarga Kudus Sa’pak Bayobayo
Dalam survey yang dilakukan oleh kelompok via Google Form pada tanggal 07-14 November 2020 didapatkan beberapa data dari 46 responden dengan rentang usia 16-68 tahun berkaitan dengan Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaaret (PZKKN) Sa’pak Bayo-bayo. Para responden ini adalah orang-orang yang telah berkunjung ke PZKKN Sa’pak Bayobayo dengan intesitas kunjungan yang berbeda-beda mulai dari 5 sampai berkali-kali.
Berikut ini adalah pertanyaan jawaban responden dalam survey yang dibuat oleh kelompok.
1 |
Apa kesan Anda mengunjungi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo? Khususnya mengenai patung keluarga kudus, apakah sudah menampakkan ketorajaannya?
|
· Mengingatkan kembali leluhur nenek moyang yang tidak pernah lupa akan bersyukur atas peryertaaan roh kudus dari Tuhan melalui keluarga. · Saya senang dengan kehadiran Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nasaret Sa'pak Bayobayo yang boleh menjadi sarana bagi umat untuk berziarah dengan lokasi yang cukup strategis untuk di kunjungi.. Patung keluarga kudus yang bercorak toraja sangat bagus untuk menyampaikan pesan agar masyarakat toraja boleh meneladani cara hidup keluarga kudus dalam kehidupan sehari-hari. · Sangat teduh dan nyaman untuk berdoa. Untuk patungnya sendiri sungguh menampakkan ketorajaan yg mmbuat suasana ziarah semakin hikmat. · Kesan saya saat mengunjungi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo ialah dapat melihat suasana yang begitu bagus yang menggambarkan makna tentang keluarga orang Kudus. Menurut saya iya sudah, karena dari patung keluarga Kudus dengan bajunya yang khas mengambarkan orang Toraja. · Ia bisa dikatakan sudah menampakkan ketorajaannya apabila itu dari segi model busananya. lalu yang menjadi kesan saya sebagai pengunjung, bahwa ketika saya berdoa di patung Keluarga Kudus Nazaret saya merasa nyaman karena suasananya begitu hening dan udaranya sejuk jadi sangat mendukung untuk berdoa pribadi maupun doa kelompok. · Secara nyata sudah. Lebih anggun lagi kalau warna baju patung ada pernik2 ketorayaan ( seperti proposal awal). Malah lebih bagus lagi seandainya patung tsb berdiri di depan sebuah bangunan rumah toraja, dimana Kel KN sesuai kebiasaan org toraja kalau menerima tamu di depan / diatas rumah toraja. · Kesan saya ialah memberikan suasana yang berbeda saat beribadah karena biasanya ibadah hanya didalam ruangan(indoor). Sa'pak Bayo-Bayo juga jauh dari kata kebisingan jadi kita semakin fokus saat beribadah. Mengenai patung keluarga kudus, saya rasa sudah menampakkan ketorajaannya dan saat berdoa didepan patung itu merupakan sarana pendukung dalam berdoa disana.
|
|
2 |
Apa tujuan Anda mengunjungi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo? Sebutkan! |
· Berdoa · Berziarah · Berekaristi · Berdevosi · Jalan salib · Rekoleksi · Berdoa bersama keluarga inti · Mendoakan keluarga · Menikmati keindahan alam yang sakral · Mendalami sejarah · Wisata · Mendalami teladan keluarga kudus · Mencari kedamaian hati
|
|
3 |
Apakah Anda memiliki pengalaman iman atau religius saat atau setelah mengunjungi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo?
|
· Ya, Nuansa alam yang sejuk membuat saya berdoa dan menghayati iman lebih mendalam terutama ketika saya Jalan salib bersama umat. Saya membayangkan bagaimana perjalan Yesus ketika Ia memanggul salibNya sampai ke Golgota dengan penuh penderitaan. Jalan salib dengan tema alam benar-benar membawa saya merenungkan dan membandingkan perjalanan hidup saya dengan perjalanan Yesus memanggul salibNya sampai ke Golgota. Jika saya menderita, itu belum seberapa dibandingkan dengan Yesus. · Pengalaman saya saat mengunjungi Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo yaitu mendapatkan sebuah pelajaran tentang arti dari keluarga Kudus, yang penuh dengan kuasa Tuhan Yesus Kristus. · Ya tentu,, pada saat saya ziarah bersama teman_teman mahasiswa dari kampus STIKPAR Toraja, kami mengadakan jalan salib yang lumayan jauh lalu saya pribadi kelelahan hingga sampai di perhentian ke terakhir. Lalu sesudah itu kami melanjutkan dengan berdoa secara pribadi di patung Keluarga Kudus Nazaret, pada saat itu di dalam ujud doa saya, saya mendoakan teman saya yang menjauh dari saya, ketika selesai berdoa tiba2 ada sesuatu yang saya rasakan yang menggerakkan hati saya untuk menyuruh saya menemui teman saya itu lalu saya meminta maaf, dan dia pun mau memaafkan saya. jadi itu salah satu pengalaman iman yang saya alami · Berdoa di devosi malam-malam, keheningannya sangat mantap jiwaa suara burung dan hewan malam membuat kita berdoa dengan tenang rasanya ah mantep dan jujur doa saya sering terkabul mungkin karena saat berdoa dibantu dengan suasana hati yang tenang dan hening seperti curhat 4 mata dengan Tuhan · Salah satu pengalaman yang saya rasakan yaitu adanya perubahan batin yang begitu indah saat berkujung melihat segala bentuk rupa rupa alam yang begitu sempurna · Sudah. Dapat jodoh Katolik, mendapat kerja lebih baik dan kini istri mengandung · Setelah saya melaksanakan kunjungan ke sa'pak bayo2., ketika plg hati terasa damai dan tentram, suasana alam di sa'pak membuat pengunjung termasuk sya merasa ingin kembali kesana. · Keakraban bersama keluarga semakin erat sehingga kebahagiaan semakin tercipta. · Ya,sungguh banyak pengalaman iman yang kami alami setelah mengunjungi(Berdevosi)kepada Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo.Salah satu contoh dalam keluarga kami,yang dulux anak saya yg kecil sering sakit hampir setiap bulan bahkan minggu harus dibawa ke Dokter.Tapi setelah saya ke Sa'pak Bayobayo pas waktu itu adalah hari penutupan Bulan Rosario yg diadakan pada sore hari.Dalam Doa saya hanya satu permohonan saya semoga dengan bantuan Doa Keluarga Kudus Nazaret anak saya bisa disembuhkan.Puji Tuhan sejak saat itu sampai sekarang sudah tidak lagi berhubungan dengan Dokter. · Tempat nya yang sangat mendukung penuh ketenangan jauh dari keramaian sehingga membuat kita menjadi tenang dalam berdoa ! Selain itu saya dapat memuji dan memuliakan keagungan penciptaan Tuhan yang begitu indah ! · Pertama kali saya mengunjungi sapak bayo2 terasa bahwa alam dan keluarga tidak bisa terpisah dan merupakan satu kesatuan yang dianuhgerahkan oleh sang pencipta
|
|
4 |
Apakah dengan hadirnya Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo, Anda mengalami pengaruh dari tempat ziarah ini khususnya dalam kehidupan keluarga/komunitas Anda? Jelaskan!
|
· Ya, kasih Tuhan nyata:) setelah misa pemberkatan pusat ziarah ini saya berdoa didepan patung keluarga kudus Nazaret Sa’pak Bayobayo memohon penyertaan agar keluarga saya selalu diberkati, dituntut dan semoga bisa meneladani sikap keluarga puzat ziarah ini, dan itu terbukti lewat keharmonisan yang saya rasakan dalam keluarga · Hadirnya Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak Bayobayo membantu memfasilitasi umat yang ingin berzirah baik perorangan maupun berkelompok dengan lokasi dan akses jalan yang cukup mudah untuk dikunjungi.. · Ya... Sungguh diberkati sebagai kepala keluarga dan juga semakin diteguhkan dalam tanggung jawab berkeluarga. · Ya. Ketika berdoa Rosario, saya mohonkan dalam doa .. semoga keluarga saya seperti keluarga Kudus Nazaret Ingin meneladani keluarga Kudus Nazaret · Pengaruh dari kehadiran PZSBB sungguh terasa bagi komunitas utamanya Umat Paroki Sangalla'. PZSBB yang hadir di Sangalla' dengan Nuansa dan Suasana baru dapat dikunjungi kapan saja; ada di kampung sendiri, yang dapat dijadikan tempat Rekreasi dalam balutan Ziarah Rohani. · Iya terutama dalam keluarga saya sendiri dan juga dalam komunitas yang saya ikuti bahwa dari tempat itu saya mendapatkan motivasi untuk saling melengkapi satu sama lain dan juga mau menerima setiap perbedaan yang ada. · Ya, terutama pada saat ada keluarga atau kerabat ataupun teman yang datang ke Toraja. Sudah menjadi kewajiban untuk mengajak mereka untuk berkunjung, berziarah dan berdoa ke Sa'pak Bayo-bayo ini. · Iya, hidup jd lbh teratur, kalau tadinya selalu galau dan mengeluh setelah Ziarah ke SBB, rasanya hati jadi damai dan tenang, lebih banyak bersyukur · Pastix iya, hubungan keluarga kita satu sama lain mudah2an teladan dr keluarga kudus nazaret tetap hidup seakan dicerahkn dgn kunjungn atau ziarah sedering mungkin. · iya, ada pengaruh secara positif. anggota keluarga menjadi terlibat aktif manakala ada perayaan yg dilaksanakan. · Sejauh ini, hadirnya Pusat Ziarah ini sangat berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari kami, dengan dengan mengetahui kehidupan Keluarga Kudus Nazaret ini, tentu kami sangat ingin meneladani keluarga ini. · Iya karna dengan adanya tempat siara ini kami tdk perlu lagi pergi berkunjung ke soppeng · Hadirnya Ziarah di Sa'pak Bayobayo dapat mendatangkan pengaruh dalam kelompok bertambahnya iman · Ada. Yakni selalu dikuatkan dalam setiap pergumulan kehidupan. Baik dalam suka maupun dalam duka. Karena kehadiran Pusat Ziarah ini menjadi tempat utk mencari jalan keluar/solusi dgn sungguh sungguh percaya akan segala kebaikan dan kasih Tuhan. · Memberikan pengaruh yg baik dalam kehidupan komunitas. Banyak memberikan semangat mengikuti Ziarah. · Pengaruh adalah lebih akrab dgn kelompok atau keluarga . · Ya sangat berpengaruh karena sebagai simbol atau sarana untuk mendekatkan diri Pada Tuhan · Untuk saat ini belum · Dalam keluarga kami, kami semakin dekat kepada Tuhan contohnya dulu kami sekeluarga jarang dan tidak pernah ikut misa jumat pertama dan salve dalam setiap bulan karna dilaksanakan di paroki saja tapi sekarang karna dilaksanakan di pusat siarah kel. Kudus Nasarat SBB maka kami sekeluarga sudah bisa mengikuti nya. · Ya,. Karena menjadi salah satu Pengalaman Iman yang luar biasa · Ya. Saya menjadi lebih aktif di kegiatan organisasi gereja. · Iyaaa khususnya dalam komunitas karena kami sering kumpul untuk mengadakan doa bersama. · Ada, dengan adanya tempat ziarah ini membuat saya senang ketika datang berkunjung. Karena keindahan alam di sekitarnya. · Tentu ada pengaruh karena syukur dengan adanya pusat ziarah ini justru orang terbantu dan tertarik untuk datang berdoa bersama-sama, baik dalam keluarga maupun dalam kumunitas. · Lebih mengajak untuk mengenal iman katolik lewat jalan salip · Sangat berpengaruh. Dimana tempat ziarah sudah sangat dekat dan bisa menjadi destinasi umat-umat dari tempat lain untuk ziarah · Kehadiran Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa'pak bayo bayo membuat kami didalam keluarga atau komunitas kami sangat termenung. Mendalami cerita di setiap titik demi titik di mana pernah terjadi tempat kehidupan para orang orang toraja di jaman purba kala masa itu terjadi. · Punya semakin meningkatkan hidup doa dan tenang dlm jalani hidup terutama saat hadapi masalah · Saya sedikit ada perubahan bahkan sya mencoba untuk mengajak keluarga saya untuk berkunjung kesana.
|
Berdasarkan survey di atas, kelompok melihat bahwa kehadiran Pusat Ziarah Keluarga Kudus Sa’pak Bayobayo telah memberikan dampak yang positf kepada para pengunjung. Mereka sudah mampu menangkap pesan yang mau diberikan oleh Gereja yaitu berteladan pada Keluarga Kudus. Untuk semakin memperkaya umat beriman menghayati spiritualitas keluarga kudus, kelompok mencoba memberikan perspektif tentang keluarga dalam budaya Toraja dan Keluarga Kudus Nazaret. Di samping itu, kelompok menawarkan salah satu bentuk inkulturasi yang baik dilakukan di tempat ziarah ini.
Selayang Pandang Pusat Ziarah Keluarga Kudus Sa’pak Bayobayo
Di tengah dunia yang dijangkiti pelbagai masalah keluarga, kiranya jalan utama untuk menyehatkan lagi lembaga keluarga, ialah dengan meneladan dan menghayati serta mengamalkan spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret. Itulah tujuan mengembangkan devosi kepada Keluarga Kudus di Sa’pak Bayobayo. Melalui PZK2N-SBT ini kiranya Tuhan mau menyampaikan pesan kepada dunia, sebuah pesan bertajuk “Memelihara Keutuhan Ciptaan: Harmoni Semesta Berbasis Keluarga”.[1]
Sa’pak Bayobayo semula adalah situs suci Aluk To Dolo (= Agama Leluhur, Agama asli Toraja). Situs ini terletak di Desa Lampio (kini lebih dikenal sebagai Lembang Saluallo), Kecamatan Sangalla’ Utara, Kabupaten Tana Toraja. Masyarakat Lampio dari dahulu kala percaya bahwa di Sa’pak Bayobayo bermukim seorang Dewi (Puang) yang baik hati dan melindungi manusia. Di situs itu terdapat sebuah sumur yang tersambung dengan sungai; tetapi airnya selalu bening, meskipun air sungainya keruh. Namanya To’ Kalaa’, dan disebut Bubunna Puang (Sumurnya Dewi). Konon sumur tersebut memiliki kekuatan gaib, yang kemungkinan merupakan gravitasi, sehingga apabila ada burung yang terbang melintas dan bayangannya tertangkap dalam air sumur tersebut, burung itu akan ditarik masuk ke dalamnya. Konon, dari situlah asal-usul nama Sa’pak Bayobayo, yang artinya menangkap sesuatu lewat bayangannya.
Situs Sa’pak Bayobayo dijaga oleh ayah Mgr. John Liku Ada’, fungsionaris terakhir. Setelah fungsionaris terakhir situs Sa’pak Bayobayo menjadi Katolik, muncul gagasan untuk ‘mengkatolikkan’ situsnya. Mgr. John Liku Ada’ mengalami kehadiran keluarga kudus dalam pengkatolikan ibu dan ayahnya. Pastor John Liku Ada’ muda membaptis ibunya pada tahun ketiga imamatnya dengan nama Maria. Sedangkan ayahnya dibaptis lima bulan setelah tahbisan uskupnya dengan nama Yosef. Demikianlah pengalaman akan kehadiran keluarga kudus dalam keluarga Mgr. John Liku Ada’. Mgr. John Liku Ada’ juga mengalami kehadiran keluarga kudus dalam perjalanan panggilan menjadi uskup diosesan. Bapa Uskup ditahbiskan pada Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Pengumuman resmi pengangkatan Mgr. John sebagai Uskup diosesan KAUP/KAMS disampaikan pada vigili Hari Raya SP Maria Dikandung Tanpa Noda. Sedangkan pelantikannya sebagai Uskup diosesan KAUP/KAMS berlangsung pada Hari Raya S. Yusuf, Suami SP Maria.
Inti spiritualitas Keluarga Kudus ialah kesetiaan total kepada kehendak Allah. Maria mengungkapkannya dengan kata-kata: “Aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Yusuf: “Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan kepadanya” (Mat 1:24). Yesus: “Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk 22:42 par.). Spiritualitas ini memiliki sinergi dengan semboyan episkopalnya, hanya saja spiritualitas Keluarga Kudus berfokus pada Allah Bapa, sedangkan “Illum Oportet Crescere” berfokus pada Yesus (Putera).
Gagasan mengadakan sebuah tempat ziarah representatif di Toraja dipelopori oleh Persekutuan Umat Katolik Asal Toraja (PUKAT) di Jakarta dan sekitarnya. Delapan kriteria ditetapkan sebagai standar kelayakan sebuah lokasi menjadi tempat ziarah, termasuk di antaranya: lokasi tersebut memiliki nilai historis dan/atau kesaksian iman serta kisah kearifan lokal. Enam lokasi diinventarisir, sampai akhirnya mengerucut pada dua lokasi: Buntu Sarong di Gasing, Kecamatan Mengkendek dan Sa’pak Bayobayo di Lampio, Kecamatan Sangalla’ Utara. Dari hasil survei, Sa’pak Bayobayo memenuhi semua kriteria tetapi dengan demikian tema pun beralih dari Pusat Ziarah Bunda Maria menjadi Keluarga Kudus Nazaret. Tiga tahun berturut-turut (2014-2016), pada Pesta Keluarga Kudus Nazaret diadakan misa di Sa’pak Bayobayo. Pada Pesta Keluarga Kudus tanggal 30 Desember 2016 diadakan Perayaan Ekaristi peletakan batu pertama patung Keluarga Kudus yang dibawa dari Nazaret, Lourdes, dan Fatima. Pemberkatan patung Keluarga Kudus di Sa’pak Bayobayo berlangsung pada Pesta Keluarga Kudus, 31 Desember 2017. Pada tanggal 3 Juli 2018 Sa’pak Bayobayo diberkati oleh Mgr. John Liku Ada’ dan resmi menjadi PZK2N-SBT.
Keluarga dalam Budaya Toraja
Dalam bahasa Toraja, ada dua istilah yang memiliki makna sama dengan kata keluarga. Pertama, tananan dapo’. Secara harafiah tananan berarti tanaman; menanam; hal menanam (memasang, mendirikan, memulai). Kata dapo’ berarti dapur; rumah tangga. Dengan demikian, tananan dapo’ berarti memasang dapur; memasang tungku pada dapur; mulai berumah tangga. Dalam hal ini, kata tananan dapo’ merujuk pada sebuah keluarga yang terbentuk karena pernikahan, persepakatan untuk hidup bersama membangun sumber hidup (dapur) yang baru. Kedua, sangrapuan. Kata ini berasal dari kata rapu yang berarti harga diri (gengsi), kaum, pamili. Sedangkan kata sangrapuan berarti sekaum, seharga diri dan sedarah daging. Dalam hal ini, keluarga yang dimaksud dengan kata sangrapuan adalah keluarga yang tercipta karena hubungan darah atau keturunan.[2]
Dalam mitologi orang Toraja, ada dua legenda yang diceritakan secara turun temurun mengenai asal muasal orang Toraja. Pertama, kisah Puang Mula Tau yang turun dari langit ke dunia bawah (bumi) untuk memperistrikan seorang putri bernama Lai’ Kembong Bura. Dia disebut Lai’ Kembong Bura karena dia duduk di atas busa air ketika didapatkan oleh Puang Mula Tau. Kedua, kisah Puang Tamboro Langi’ yang juga turun dari langit dan menikah dengan seorang gadis bernama Lai’ Sanda Bili’. Gadis itu berasal dari dasar sungai yang dalam di Toraja. Dalam kedua legenda tersebut dikisahkan bahwa kedua tokoh tersebut sepakat menikah dan membentuk keluarga baru. Dalam legenda Puang Tamboro Langi’ dan Lai’ Sanda Bili’ dikisahkan mengenai perdebatan mereka saat menentukan tempat tinggal mereka. Bila mereka membangun rumah di dalam dasar sungai maka kehidupan pun tidak akan bertahan lama karena tidak banyak hal yang bisa tumbuh dan hidup di dasar air. Sama halnya ketika mereka membuat rumah dan hidup di langit. Mereka sepakat membuat rumah di atas gunung Kandora yang kemudian dikenal sebagai banua mentuangin artinya rumah yang selalu diterpa oleh angin. Gambaran kedua keluarga ini menjadi simbol perkawinan yang tidak membedakan strata. Penghuni langit tidak mencari dan menikmati kenyamanannya sendiri tetapi mau turun ke bumi memperistri penghuni bumi. Yang ilahi dari dunia atas atau langit tetap menyapa dan menyatu dengan yang di bawah. Cara ini ditempuh oleh pihak langit agar pihak penghuni bumi tetap mengabdikan dirinya kepada Penciptanya, yakni Puang Matua. Selain itu, nilai yang mau ditampilkan ialah pasangan suami istri tidak saling mendominasi dan menjunjung tinggi kebaikan bersama.
Keluarga dalam masyarakat selalu terikat dengan tongkonan. Tongkonan secara etimologis berasal dari kata dasar tongkon artinya duduk. Ada dua makna yang terkandung dari kata tongkonan. Pertama, tongkonan sebagai rumah satu keluarga besar (tempat kelahirannya) yang akan dikenang secara turun temurun oleh keturunannya. Kedua, tongkonan sebagai tempat bermusyawarah untuk membicarakan dan mengatur banyak hal, seperti aturan pemerintahan dan hal-hal lainnya yang akan dilaksanakan dalam lingkungan masyarakat. Seiring perkembangan zaman, tongkonan diberi tanggung jawab sebagai pemegang kekuasaan dan peranan adat yang menjadi adat stabilisator sosial dan pusat perikatan keluarga sebagai pangkal lahirnya persatuan serta kekeluargaan yang erat.[3]
Tongkonan menjadi pengikat setiap pribadi yang lahir dan menjadi anggotanya. Seseorang akan selalu menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari tongkonan tersebut. Oleh karena itu, setiap anggota dari tongkonan akan selalu berusaha untuk terlibat aktif dalam setiap kegiatan dalam tongkonan-nya. Dalam masyarakat Toraja, tongkonan yang paling tua disebut tongkonan layuk. Inilah tongkonan yang paling besar dan membawahi banyak tongkonan. Tongkonan dalam arti keturunan atau orang yang mulai menyebar ke berbagai tempat disebut pa’rapuan. Pa’rapuan merupakan gabungan dari beberapa tongkonan yang berada dalam suatu wilayah masyarakat tertentu. Tongkonan dapat pula dipahami sebagai sumber doa dan harapan yang dapat mendatangkan rezeki (ullambe dalle’), kebahagiaan (kamasannangan), keselamatan (kasalamaran), dan kekayaan (kasugiran).[4]
Spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret
Keluarga menjadi sarana perjanjian Allah dengan manusia. Sejak awal penciptaan pembentukan institusi keluarga terarah secara khusus pada janji kepada Abraham dan bermuara pula pada kehadiran Kristus di dunia. Dalam kaitan tersebut, keluargalah yang bakal menjadi tempat di mana Allah memenuhi janji-Nya setelah kepenuhan waktu. Setelah perjanjian Allah dengan Abraham dan pengalaman pembuangan di Mesir, keluarga menjadi tempat semua pengalaman itu dikenang. Ia menjadi tempat melanjutkan atau mewariskan pengalaman itu dari generasi ke generasi. Peristiwa yang dikenang dalam keluarga itu mengungkapkan iman, ibadah atau kultus dan ketaatan pada hukum Israel sebagaimana diajarkan Yahwe. Ayah mendapat tugas mewariskan tradisi itu pada generasi berikutnya.[5]
Misteri Allah yang berpaling kepada manusia tersebut mendapat bentuk yang konkret dalam Keluarga Nazaret. Puncak dari misteri itu adalah penjelmaan Putera Allah (inkarnasi) yang terjadi dalam Keluarga Kudus. Allah turun ke dunia dengan mengambil rupa sebagai manusia dan hidup bersama manusia. Kelahiran Yesus oleh karya Roh Kudus dalam keluarga di Nazaret mengungkapkan rencana penyelamatan Allah. Melalui Maria dan Yusuf, Kristus masuk dalam lingkup umat Israel, secara khusus dari suku Daud, tempat lahirnya Mesias. Allah memanggil Maria dan Yusuf dalam sebuah bentuk perkawinan yang sangat khusus, agar keluarga menjadi tempat dan titik sambung dengan Kristus, Mesias, Putera Manusia, yang datang untuk menggenapi Hukum Taurat. Dalam Keluarga itu jawaban manusia atas pemberian diri Allah pun mendapat ungkapan yang paling jelas. Maka dalam Keluarga Kudus kita menemukan kedua unsur ini: pertama, Allah mengutus Putera-Nya untuk memberikan keselamatan kepada kita serta untuk memperdamaikan kita dengan-Nya. Kedua, dalam Maria dan Yusuf umat manusia menerimanya dengan hati penuh syukur.[6]
Keluarga Kudus Nazaret tempat menjelmanya Allah Putera menjadi pantulan atau gambaran Allah Trinitas yang tidak kelihatan. Keluarga Kudus yang anggotanya adalah Yesus, Maria, Yusuf masing-masing menggambarkan Trinitas dalam cara yang khas. Yesus tidak lain adalah Allah Putera yang menjelma dan menjadi anak Maria yang dalam cara tertentu memberi gambaran Roh Kudus dan St. Yusuf mempelai Maria dalam caranya yang khas pula menghadirkan gambaran tentang Allah Bapa. Keluarga Kudus dengan demikian menghadirkan atau memberi gambaran yang sempurna tentang Allah Trinitas. Mereka menjadi keluarga Suci karena menggambarkan secara sempurna atau sebagai ikon Tritunggal Mahakudus dalam misteri kasih dan persekutuan-Nya. Atas dasar itulah Gereja sangat menghargai Keluarga Kudus dalam ibadahnya dan menawarkannya sebagai model bagi semua keluarga.[7]
Keluarga Kudus sebagai ikon Trinitas mengungkapkan dan memberi kesaksian kehadiran Allah Tritunggal sendiri yang memungkinkan terjadinya suatu persekutuan dalam partisipasi. Suatu persekutuan rohani, sebuah perjumpaan mistik, bersifat kekeluargaan bersama Bapa dalam Putera melalui Roh Kudus. Keluarga Kudus; Yesus, Maria dan Yusuf ada dalam pusat rencana penyelamatan Allah dan dalam pusat Perjanjian Baru. Di dalam Keluarga Kudus terwujud secara mengagumkan kehidupan kasih, persekutuan dan kehidupan Trinitas ilahi. Melaluinya manusia dapat menemukan kembali dialog dengan Allah dalam keharmonisan hidup kekeluargaan dan persaudaraan yang telah dirusak oleh dosa.[8]
Analisa dan Tanggapan Kelompok
Proses inkulturasi yang terjadi di PZK2N-SBT merupakan suatu bentuk evangelisasi budaya. Hal itu terletak pada perubahan fungsi dari tempat ibadah Aluk To Dolo menjadi tempat ziarah Keluarga Kudus oleh umat beriman. Dalam mengevangelisasi situs budaya ini, Gereja berusaha memberi pemaknaan baru di dalamnya dengan menaruh patung Keluarga Kudus Nazaret sebagai model keluarga yang dapat diteladani oleh para peziarah. Hal ini tidak terlepas dari peran Mgr. John Liku Ada’ yang memiliki pengalaman iman dalam keluarga beliau.
Dalam Redemptoris Missio, Yohanes Paulus II mengutip salah satu ungkapan Paulus VI yang terkenal, “Jurang pemisah antara Injil dan budaya tak diragukan lagi merupakan skandal masa kini”. Pemisahan antara Injil dan budaya menjadikan proses pewartaan Injil tidak sampai pada titik yang mendalam. Padahal inkulturasi adalah suatu langkah untuk duc in altum. Tanpa masuk ke dalam realitas kultural masyarakat, iman tidak akan didengarkan dan diberi ruang dalam kehidupan, sehingga absen dari realitas sosial masyarakat.[9] Pendirian PZK2N-SBT merupakan suatu usaha konkret Gereja dalam menginkulturasikan Injil dalam budaya, terlebih khusus budaya Toraja. Proses ini dapat dikatakan berjalan dengan baik karena beberapa faktor. Pertama, situs suci tidak digunakan lagi, penganut Aluk To Dolo yang mulai berkurang karena memeluk agama kristiani. Kedua, situs suci ini berdekatan dengan rumah Mgr. John Liku Ada’ yang mengalami pengalaman iman dalam keluarga. Ketiga, antusiasme umat Katolik untuk memiliki pusat ziarah yang diwakili oleh Persekutuan Umat Katolik Asal Toraja. Keempat, adanya paham tentang keluarga dalam budaya Toraja yang selaras dengan nilai Injil.
Dalam mengevangelisasi situs suci Sa’pak Bayobayo, Gereja mengambil langkah yang baik dalam hal mengalihfungsikan situs suci menjadi tempat ziarah. Langkah tersebut dilakukan dengan berupaya membuat atau menghadirkan situs yang bernuansa Katolik seperti patung Keluarga Kudus dan jalur jalan salib. Pada saat membuat berbagai situs tersebut, Gereja tidak serta merta menghilangkan situs suci Aluk To Dolo yang ada seperti sumur dan pohon yang dianggap sakral oleh masyarakat sekitar. Bahkan, melalui tenaga pastoral yang ada di sekitar tempat ziarah tersebut, Gereja memberi perhatian pada berbagai situs yang ada, misalnya dengan memperhatikan kebersihan situs-situs suci Aluk To Dolo. Di sekitar area PZK2N-SBT, terdapat beberapa makam tua dengan tulang belulang. Sejak pendirian Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nazaret Sa’pak Bayobayo, makam-makam tersebut kembali diperhatikan dan dirawat dengan baik. Dalam budaya Toraja, kematian bukanlah akhir dari segalanya. Orang yang hidup tetapi dapat berelasi dengan mereka yang telah meninggal, salah satunya dengan merawat makam-makam leluhur (mambaya kaburu’) dan membersihkan jenazah (ma’ nene).
Paus Fransiskus melihat bahwa melalui inkulturasi, Gereja membawa masuk umat manusia, bersama dengan kebudayaannya, ke dalam komunitasnya sendiri, sebab setiap kebudayaan memberikan nilai dan bentuk positif yang dapat memperkaya cara Injil diwartakan, dipahami dan dihayati (EG 116). Paus Yohanes Paulus II pun menekankan bahwa “Melalui inkulturasi, Gereja menjelmakan Injil dalam kebudayaan-kebudayaan yang berbeda-beda dan serentak membawa masuk para bangsa bersama dengan kebudayaan mereka ke dalam persekutuan Gereja sendiri” (RM 52). Kata-kata Yohanes Paulus II ini mengindikasikan bahwa inkulturasi itu membawa orang masuk dalam persekutuan Gereja dengan segala yang ada padanya, termasuk budaya. Injil memberikan makna baru dalam kehidupan umat beriman sesuai dengan budaya yang dimiliki. Proses inkulturasi yang terjadi di PZK2N-SBT adalah usaha Gereja menerjemahkan nilai Injil ke dalam budaya, khususnya budaya Toraja. Berdasarkan survey sederhana mengenai tanggapan pengunjung tempat ziarah tersebut, mereka sudah mampu menangkap pesan yang mau disampaikan oleh Gereja yaitu hidup seturut teladan Keluarga Kudus Nazaret. Keluarga Kudus Nazaret menjadi model dan teladan bagaimana setiap keluarga membina keluarga mereka. Untuk mampu berteladan pada Keluarga Kudus Nazaret, pertama-tama orang perlu mengenal hidup dan spiritualitas Keluarga Kudus. Di sinilah tugas pelayan pastoral yang mewakili Gereja memperkenalkan Keluarga Kudus itu. Kemudian, setelah orang mengenal Keluarga Kudus sesuai terang Injil, setiap orang memohon pertolongan pada Keluarga Kudus melalui doa dan devosi.
Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa inkulturasi yang dipromosikan dengan baik akan menjadi cerminan dari inkarnasi firman, ketika suatu budaya, yang diubah dan diperbarui oleh Injil, memunculkan ekspresi asli kehidupan Kristiani dari tradisi yang hidup sendiri.[10] Kebaruan yang ditawarkan oleh Gereja melalui hadirnya PZK2N-SBT ialah dengan tetap mempertahankan situs suci sebagai tempat yang sakral, dengan menghadirkan Keluarga Kudus. Bila dulu orang datang ke situs suci untuk berdoa memohon pertolongan pada Yang Ilahi (Puang Matua), sekarang pun fungsinya tetap sama. Setiap orang datang berdoa memohon perlindungan Tuhan melalui Keluarga Kudus. Agar orang mampu melihat Keluarga Kudus secara konkret, dihadirkanlah patung Keluarga Kudus dengan berbusana Toraja. Gereja ingin menyampaikan pesan bahwa setiap keluarga dapat hidup kudus seturut teladan Keluarga Kudus dengan budaya yang dihidupi dan dihayati. Lebih jauh lagi, ketika orang datang berdoa di tempat ziarah ini, orang tidak lagi melihat Keluarga Kudus semata, melainkan keluarga mereka sendiri.
Yesus Kristus hadir ke dunia ini berkat perutusan Allah (Yoh 3:16). Yesus adalah simbol dan tanda kehadiran Allah yang berinkarnasi dalam kehidupan manusia dan hidup di dalam Keluarga Kudus Nazaret. Di sinilah peran keluarga menjadi sangat penting. Setiap keluarga kristiani dipanggil untuk hidup seturut teladan Keluarga Kudus yang menghadirkan wajah Gereja di tengah dunia. Kehadiran PZK2N-SBT dapat dikatakan sebagai usaha Gereja menjelmakan nilai Keluarga Kudus kepada setiap umat beriman. Dengan demikian diharapkan setiap keluarga kristiani dapat bertumbuh menjadi keluarga yang memperjuangkan nilai kemanusiaan (bdk GS. 52).
Dalam hubungannya dengan asal usul keluarga dalam budaya Toraja, kami menemukan ada konsep yang sama dengan peristiwa inkarnasi Kristus turun ke dunia melalui Keluarga Kudus di Nazaret; Yusuf dan Maria. Pertama, dalam mitologi orang Toraja, ada dua kisah yang hampir sama yaitu kisah Puang Mula Tau dan kisah Puang Tamboro Langi’ yang turun dari langit untuk memperisteri seorang gadis dan membangun keluarga. Dalam konsep inkarnasi kristiani, Sang Sabda yang ada bersama Allah dan yang adalah Allah (Yoh 1:1) menjadi manusia dan tinggal di tengah-tengah manusia (Yoh 1:14). Melalui rahim Maria, Allah “menikah” dengan manusia (Yusuf) dan membentuk keluarga. Keluarga ini disebut Kudus karena yang lahir dalam keluarga ini adalah Yang Kudus, Anak Allah. Keluarga Kudus menjadi ikon Trinitas yang menghadirkan Allah Tritunggal dalam persekutuan hidup bersama. Sebagai ikon Trinitas, Maria digambarkan sebagai Roh Kudus dan Santo Yusuf adalah Allah Bapa itu sendiri. Sedangkan Yesus adalah Allah Putera yang menjelma dan menjadi anak manusia. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa dalam Keluarga Kudus berlangsung perkawinan antara Yang Ilahi dan Yang Manusiawi dalam diri Maria yang mengandung dari Roh Kudus. Allah turun ke dunia dalam rupa manusia atau Yang Ilahi dari langit turun ke bawah supaya penghuni bumi atau manusia memahami dan tetap mengabdi kepada Allah Sang Pencipta. Kedua, inkarnasi Allah melalui Yesus Kristus di dalam keluarga adalah suatu proses penyelematan. Melalui inkarnasi Yesus dalam keluarga, manusia memperoleh keselamatan. Dalam budaya Toraja, ketika seseorang hendak berkeluarga segala sesuatunya harus siap (bdk. konsep tananan dapo’). Kesiapan seseorang membangun rumah tangga merupakan faktor penting dalam mendatangkan ‘keselamatan’. Bila ekonomi setiap keluarga itu baik, maka keselamatan dapat dialami secara konkret dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kelompok mengusulkan salah satu kegiatan yang baik dilakukan di sekitar PZK2N-SBT seperti seminar tentang keluarga yang melibatkan berbagai pihak baik itu dari Gereja, pemerintah dan pemangku adat setempat. Isi dari seminarnya dapat berupa pelatihan pemberdayaan ekonomi yang baik bagi setiap keluarga berdasarkan paham budaya yang di terangi oleh iman Katolik. Untuk konteks Toraja, dapat dengan mudah dilakukan karena ada beberapa lembaga yang dapat membantu seperti Credit Union dan KSP Marendeng (gerakan ekonomi Paroki Kristus Raja Nonongan-Toraja Utara).
Suatu proses menginjili budaya sesuai terang Injil itu dimulai oleh Gereja dengan sungguh melihat potensi yang ada dalam suatu budaya yaitu keselarasan antara nilai Injil dan nilai budaya. Nilai Injil yang sesuai dengan nilai budaya menjadi pintu yang amat baik untuk membahasakan Injil dalam budaya setempat. Gereja Lokal KAMS menyadari bahwa nilai Keluarga Kudus Nazaret itu dapat dengan mudah dimaknai melalui nilai keluarga dalam budaya Toraja. Pertemuan nilai Injil dan nilai budaya memudahkan orang dalam menghayati dan menghidupi Injil. Dengan demikian, proses inkulturasi tidak hanya menawarkan konsep semata, melainkan nilai yang sungguh menyentuh hati.
C. Penutup
Kehadiran PZK2N-SBT menjadi usaha Gereja Lokal KAMS mewartakan Injil melalui spiritualitas Keluarga Kudus Nazaret. Kehadiran pusat ziarah ini diharapkan mampu memberikan teladan pada setiap keluarga untuk hidup seturut Keluarga Kudus Nazaret. Sejauh ini Gereja Lokal KAMS dapat dikatakan berhasil sebab para pengunjung yang berziarah ke tempat ini sudah mampu melihat nilai yang ditawarkan oleh Gereja. Selain itu, indikator keberhasilan Gereja juga dapat dilihat dari penerimaan masyarakat setempat akan kehadiran Pusat PZK2N-SBT dengan memberikan situs suci Aluk To Dolo sebagai tempat ziarah. Kendati demikian, Gereja Lokal KAMS masih memiliki tugas penting yaitu terus-menerus mendampingi para keluarga untuk tidak berhenti meneladani Keluarga Kudus sebagai teladan berkeluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Dokumen Gereja
Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ, Jakarta: Dep. Dokpen
KWI – Obor, 2012.
Evangelii Gaudium, diterjemahkan oleh F.X. Adisusanto, SJ, Jakarta: Dep. Dokpen
KWI – Obor, 2017.
Buku
T. Krispurwana Cahyadi, SJ.,
2007 Yohanes Paulus II: Gereja, Teologi dan Kehidupan, Obor: Jakarta.
Tangdilintin,
1981 Toraja dan Kebudayaannya, Tana Toraja: Yayasan Lepongan Bulan.
Sandarupa,
2016 Kambunni: Kebudayaan Tallu Lolona Toraja, Makassar: De La Macca.
Artikel
Dennis M. Doyle,
2012 “The Concept of Inculturation in Roman Catholicism: A Theological Consideration”, U.S. Catholic Historian 30.
John Liku Ada’,
2018 “Memelihara Keutuhan Ciptaan: Harmoni Semesta Berbasis Keluarga”,
Koinonia 13.
Paulinus Yan Olla,
2017 “Teologi Keluarga Kudus”, Studia Philosophica et Theologica 17.
Wim van der Weiden,
1992 “Spiritualitas Keluarga Kudus”, Seri Misafa 1.
[1] John Liku Ada’, “Memelihara Keutuhan Ciptaan: Harmoni Semesta Berbasis Keluarga”, Koinonia 13 (2018), 6.
[2] Tangdilintin, Toraja dan Kebudayaannya, (Tana Toraja: Yayasan Lepongan Bulan, 1981), 150.
[3] Tangdilintin, Toraja dan Kebudayaannya, 159.
[4] Sandarupa, Kambunni: Kebudayaan Tallu Lolona Toraja, (Makassar: De La Macca, 2016), 40.
[5] Paulinus Yan Olla, “Teologi Keluarga Kudus”, Studia Philosophica et Theologica 17 (2017), 129.
[6] Wim van der Weiden, “Spiritualitas Keluarga Kudus”, Seri Misafa 1 (1992), 2.
[7] Yohanes Paulus II, Redemptoris Custos (RC), 21.
[8] Paulinus Yan Olla, “Teologi Keluarga Kudus”, 136.
[9] T. Krispurwana Cahyadi, SJ., Yohanes Paulus II: Gereja, Teologi dan Kehidupan, (Obor: Jakarta, 2007), 246.
[10] Dennis M. Doyle, “The Concept of Inculturation in Roman Catholicism: A Theological Consideration”,
U.S. Catholic Historian 30 (2012), 8.
Komentar
Posting Komentar