Ismail Raji Al Faruqi

ISMAIL RAJI AL FARUQI

A.    Fenomena Masyarakat dan Duduk Pesoalan
Dalam kehidupan beragama kerap terjadi perdebatan tentang Tuhan. Ada pihak-pihak tertentu yang menyatakan bahwa Tuhan dalam agamanya yang ‘paling benar’. Perdebatan ini sering ditemukan di media sosial dan tidak jarang pula orang akan memakai kata-kata keras untuk mempertahankan pendapat mereka. Perdebatan ini dimulai dengan pemaparan salah satu kalimat, kemudian orang saling menanggapi. Dalam tanggapan inilah terkandung ucapan yang tidak baik. Bahkan, kalimat tersebut dapat membuat orang marah ketika membacanya. Salah satu isu di Indonesia yang baru-baru terjadi ialah komentar Habib Rizieq (Imam Besar FPI). Dalam komentarnya, Rizieq mengatakan ‘Kalau Tuhan itu beranak, terus bidannya siapa?’. Komentar ini tentu menyulut emosi para pemeluk agama kristiani. Dalam persoalan ini tersirat bahwa pemahaman tentang Tuhan itu digugat.
Dari persoalan tersebut, hal yang baik untuk didalami ialah pemahaman akan Tuhan. Dalam ajaran islam, pemahaman akan Tuhan itu dikenal dengan tauhid. Tauhid adalah ajaran yang mengemukan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah (laila illa Allah) atau tidak ada patut ditaati kecuali Allah adalah paling essesial dan sentral dalam al-Quran dan hadis Nabi. Di dalam al-Quran jelas sekali bahwa Nabi Muhammad diperintah Allah untuk menyerukan tauhid itu kepada segenap umat Allah.[1]  Untuk mendalami hal ini, ada salah seorang pemikir islam yang sangat setia pada tauhid. Tokoh itu adalah Ismail Raji Al Faruqi. Ia mencoba memaparkan tauhid dan implikasinya dalam kehidupan.

B.     Biografi Intelektual Tokoh
Ismail Raji Al Faruqi lahir 01 Januari 1921 di Jaffa, Palestina. Ia memulai pendidikan di College des Freres Libanon. Pada tahun 1941, ia melanjutkan pendidikan di American University, Beirut. Pada umur 20 tahun ia memperoleh gelar sarjana muda pada bidang filsafat di universitas ini. Ia menjadi pegawai pemeritah Palestina dibawah Inggris selama empat tahun. Ia juga sempat menjadi seorang gubernur di daerah Galilea yang jatuh ke tangan Israel pada tahun 1947. Pada tahun berikutnya, ia pindah ke Amerika Serikat.
Ketika berada di Amerika, Ia melanjutkan pendidikan di Indiana University. Di sini, ia meraih gelar master dalam bidang filsafat. Dua tahun kemudian, ia meraih gelar master dalam bidang filsafat di Harvard University dengan tesisnya On Justifying the Good: Metaphysics and Epetemology ( Pembenaran tentang Kebaikan: Metafisikan dan Epistemologi Nilai). Pendidikan ini terus berlanjut. Ia kembali menimba ilmu di Al- Azhar University, Kairo Mesir. Hal itu dilakukan untuk memperdalam ilmu keislaman. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi Professor bidang keislaman di McGill University (1958-1961). Pada saat yang sama, ia secara intensif mempelajari Judaisme dan Kristen. Selain itu, ia juga mengajar ilmu sejarah dan ilmu agama di University of Chicago dan berperan sebagai kepala ilmu agama di Saracus University (1964-1956).[2]

Reputasi ilmiah dan intelektual Ismail Raji Al Faruqi hampir meliputi seluruh kawasan dunia islam. Ia banyak terlibat dalam perancangan program pengkajian keislaman di berbagai negara Islam, seperti Pakistan, Mesir, Saudi Arabia, Lybia, Afrika Selatan dan Malaysia. Di samping itu, ia juga mengajar keislaman di berbagai tempat terpencil seperti Mindanao, Filipina.
Semangat dan kecakapan dalam bidang keilmuan membuat Al-Faruqi mengemukakan bahwa diperlukan suatu ide untuk mengislamkan iilmu-ilmu sosial kontemporer. Dalam mencapai tujuan ini, ia mendirikan Himpunan Ilmuan Sosial Muslim (The Assosiation Of Muslim Social Scientists). Ia menjadi presiden pertama lembaga ini. Al-Faruqi juga berperan dalam pembentukan lembaga Internasional (The International Institute of Islamic Thought). Kedua lembaga tersebut menerbitkan jurnal American Journal of Islamic Social Sciences.[3]
Al-Faruqi meninggal dunia pada tahun 1986. Peristiwa kematian ini sangat tragis. Al-Faruqi bersama isterinya diserang oleh sekelompok orang tidak dikenal di rumah mereka, Wyncote, Philadelphia. Misteri kematian ini berkaitan erat dengan kecaman terhadap zionisme Israel serta dukungannya terhadap rakyat Palestina.

a.       Konteks Sosial
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat orang kehilangan orientasi. Modernitas yang tidak diringi keteguhan hati membuat orang terjebak dalam kesesatan. Manusia modern dengan mudah membangun kehidupan menjadi sejahtera, akan tetapi pada saat itu juga manusia menghancurkan segala sesuatu dengan perilaku dan tindakannya sendiri. Dalam hal ini, ada suatu krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan ini kemudian menjadi kritik para pemikir. Banyak orang mulai mengemukakan pendapat demi menghadirkan pemikran yang bersifat toleran terhadap pliralitas, pembongkaran dan lokalitas. Akan tetapi, hal ini tidak memberi tempat bagi pada hal-hal yang bersifat spiritualitas dan moralitas. Dalam situasi ini, salah satu cendekiawan muslim yaitu, Ismail Raji Al Faruqi, turut berpendapat. Ia mengatakan bahwa pengetahuan modern memunculkan pertentangan wahyu dan akal di antara umat manusia, terlebih khusus umat muslim. Ada pemisahan antara pemikiran dan aksi, serta ada dualisme kultural dan religius. Melihat fenomena ini, Al Faruqi mengungkapkan bahwa harus ada Islamisasi ilmu, artinya pengetahuan Islami selalu menekankan kesatuan. Kesatuan dengan alam semesta, kebenaran, pengetahuan dan hidup. Untuk dapat melakukan semua itu, orang dapat berangkat dari tauhid.

b.      Konteks Politik
Pemikiran Al Faruqi juga tidak terlepas dari situasi politik pada masa hidupnya. Situasi politik di Palestina berada dalam kendali Inggris. Pada saat itu, Al Faruqi turut ambil bagian dalam kegiatan berpolitik, salah satu jabatannya ialah gubernur. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Al Faruqi menjadi seorang pemimpin masyarakat. Bentuk kepemimpinan yang dijalankan oleh Al Faruqi kembali didasari pada tauhid. Al Faruqi mengaitkan tata politik dan pemerintahan. Ia mendefenisikan kekhalifahan sebagai kesepakatan tiga dimensi yaitu kesepakan wawasan (ijma ar-ru’yah), kehendak (ijma al-iradah) dan tindakan (ijma al-amal). Adapun yang dimaksud dengan ketiga tersebut ialah sebagai berikut: a) Wawasan berarti pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak ilahi. b) Kehendak berarti perilaku yang sejalan dengan maksud ilahi. c) Tindakan berarti kewajiban yang timbul atau muncul dari suatu kesepakatan.[4] Ketiga hal inilah yang perlu dilihat dan dikaji dalam hidup berpolitik, sehingga kehidupan itu menjadi lebih harmonis.

c.       Konteks Religius
Al Faruqi sebagai salah seorang pemikir islam diawali dengan pendidikan keislaman di al-Alzhar University, Kairo Mesir. Selama menjalani masa pendidikan ini, ia bergaul dan hidup di tengah para pemeluk muslim. Dalam kehidupan sehari-hari perilaku dan tindakannya tidak terlepas dari kaidah-kaidah ajaran muslim. Dalam hal ini, Al Faruqi mendalami ajaran islam secara intelektual dan mempraktekkannya dalam kehidupan. Dengan kata lain, ada keseimbangan antara pengetahuan dan tindakan. Ketika pendidikannya telah selesai ia melanjutkan karis sebagai dosen di berbagai universitas. Dalam kehidupan beragama, Al Faruqi juga berhadapan dengan agama Yahudi ada aliran Zionisme. Al Faruqi sangat mengecam Zionisme, yaitu gerakan nasional orang Yahudi yang mendukung terciptanya sebuah tanah air Yahudi di wilayah yang di defenisikan sebagai Tanah Israel. Al Faruqi membedakan agama Yahudi dan gerakan tersebut. Menurutnya, Islam menerima agama Yahudi sebagai institusi keagamaan, tetapi tidak dengan gerakan zionisme.[5] Pencaplokan gerakan zionisme terhadap Palestina turut melatarbelakangi proses berpindahnya Al Faruqi ke Amerika. Oleh karena itu, ia tidak berhenti mengkritik gerakan tersebut.















C.     Daftar Pustaka

Harun Nasution dkk,

2002       ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, I, Djambatan, Jakarta.

Harun Nasution dkk,

2002        ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, III, Djambatan, Jakarta.

Naeem, Muhammad,

1986        “DR. ISMĀ'ĪL RĀJĪ AL-FARŪQĪ (1921—1986)”, Islamic Studies 25.

Mohd Rashid, Zuriati Bt.,

2010       “Al-Faruqi and His Views on Comparative Religion”, International Journal of Business and Social Science 1.

Raji Al Faruqi, Ismail,
1986        Tauhid, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Pustaka, Jakarta.





[1] Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, III, Djambatan, Jakarta 2002, 167.
[2] Harun Nasution dkk, ENSIKLOPEDI ISLAM INDONESIA, I, Djambatan, Jakarta 2002, 287.
[3] Muhammad Naeem, “DR. ISMĀ'ĪL RĀJĪ AL-FARŪQĪ (1921—1986)”, Islamic Studies 25 (1986) 369-370.
[4] Ismail Raji Al Faruqi, Tauhid, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Pustaka, Jakarta 1988, 176.
[5] Zuriati Bt Mohd Rashid, “Al-Faruqi and His Views on Comparative Religion”, International Journal of Business and Social Science 1 (2010) 107-109.

Komentar

Postingan Populer