Teologi Lokal
TEOLOGI
LOKAL
Berteologi lokal merupakan panggilan
untuk menggunakan nilai-nilai dasar yang ada di suatu daerah sebagai sarana
untuk mewartakan kabar keselamatan. Nilai-nilai itu ditemukan dan dihidupi oleh
orang-orang yang ada di daerah berupa bahasa, kesenian dan kebiasaan atau adat.
Dari orang-orang itulah, seorang teolog dapat masuk untuk membawa nilai-nilai
Injili yang hendak diwartakan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa relasi
yang dibangun dengan orang-orang itu haruslah senantiasa didasari oleh hubungan
atau komunikasi dengan Allah. Dengan demikian, akan tumbuh keselarasan atau
kesinambungan yang selalu memberi arah dalam menghidupi nilai-nilai dasar yang
sudah dalam terang Injil.
Dalam
berteologi secara lokal, seorang teolog tidak akan pernah lepas dari pengalaman
hidup sehari-hari yang dijalani oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Pola
perilaku dan tindakan sehari-hari menjadi bagian yang perlu diperhatikan oleh
seorang teolog, sehingga ia mampu berbicara dan bersaksi sesuai dengan realitas
yang ada. Seorang teolog perlu terlibat secara langsung dalam bertindak atas
nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh orang-orang di sekitarnya. Keterlibatan
secara langsung dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi pintu masuk bagi
seorang teolog untuk memahami dan memaknai nilai dasar yang ada. Dengan
mengetahui dan memaknai nilai itu secara mendalam, teolog dapat dengan mudah
menyampaikan isi pewartaannya menggunakan nilai-nilai yang sudah ada. Dalam hal
ini teolog dapat digambarkan sebagai koki desa yang memasak dengan bahan-bahan
yang sudah ada di desa tersebut.
Gambaran
mengenai berteologi secara lokal itu tampak dalam diri Yesus Kritus. Ia memulai
pewartaan-Nya dengan nilai-nilai dasar yang dihidupi oleh masyarakat Yahudi.
Dalam praktek hidup sehari-hari Yesus turut ambil bagian dalam aktivitas orang
Yahudi dan memulai pembaruan-Nya dari nilai dasar yang ada pada budaya itu sendiri.
Yesus masuk dan mengalami budaya Yahudi itu secara mendalam, kemudian membarui
pemahaman orang Yahudi yang tidak sesuai
dengan isi dari nilai budaya. Karya dan pewartaan-Nya ditandai dengan pelayanan
kepada orang-orang ‘kecil’ yang kadang-kadang tidak diperhatikan oleh orang
Yahudi. Yesus menyembuhkan, mengampuni dan mengajar orang-orang yang tidak
diperhatikan itu sebagai tempat berteologi. Tindakan yang dilakukan Yesus ini
merupakan bentuk pembaruan-Nya untuk membantu orang Yahudi dalam menemukan
nilai dasar dari budaya atau tradisi yang ada pada mereka. Dari tindakan Yesus
ini, seorang dapat bercermin tentang bagaimana itu berteologi secara lokal.
Kuncinya ialah perjumpaan dengan budaya yang sudah ada, kemudian berteologi
dari budaya itu dengan memberi makna atau nilai dasar yang dikandung oleh
budaya itu.
Dari
cara Yesus berteologi secara lokal, ada suatu hal yang tampak ialah pemahaman
yang mendalam tentang konteks dari nilai-nilai yang dianut oleh orang Yahudi.
Pemahaman yang mendalam itu menjadi modal utama dalam memberi isi secara baru
pada nilai yang sudah ada. Melalui pemahaman yang mendalam itu, nilai dasar
dari suatu budaya dapat dengan mudah ditemukan. Oleh karena itu, berteologi
secara lokal menuntut pemahaman yang mendalam tentang nilai suatu budaya
sebelum digunakan sebagai sarana berteologi.
Sebagai
seorang teolog, keinginan untuk mencontohi bentuk pelayanan Yesus tidak akan
terlepas dari Kitab Suci. Dari Kitab Suci seseorang dapat melihat bentuk
pelayanan Yesus dan hubungan berupa nilai dasar yang sesuai dengan konteks saat
ini. Untuk dapat melihat nilai dasar itu diperlukan pemahaman mendalam dari
Kitab Suci. Pengetahuan mendalam atas Kitab Suci akan memberi arah apabila
dibaca dalam konteksnya. Dalam hal ini yang diperjuangkan ialah berteologi
secara baik dan benar. Dengan memahami Kitab Suci secara mendalam, usaha untuk
membangun teologi lokal tetap berada dalam terang Injil. Pada akhirnya,
nilai-nilai dasar dari suatu budaya lokal itu dapat berkembang sebagai pedoman
hidup.
Budaya
lokal itu dapat dikatakan sebagai suatu ‘perwujudan’ dari kelanjutan proses
penciptaan Allah. Sebagai kelanjutan hal itu, tentu ada banyak hal yang dapat
digunakan sebagai sarana pewartaan. Agar seorang teolog dapat masuk dalam nilai
dasar dari budaya lokal, ia harus memahami situasi masyarakat karena disitulah
tampak wajah dari budaya yang mengandung banyak nilai dasar. Situasi masyarakat
itu dapat dilihat dari bahasa, tindakan dan perilaku sehari-hari. Situasi
inilah yang perlu diberi perhatian secara serius, sehingga menghasilkan atau
menampakkan nilai dasar yang terselubung dalam budaya lokal itu, sebagaimana
yang dimaksudkan oleh Allah. Selain itu, dengan memberi perhatian serius pada
bahasa, tindakan dan perilaku, seorang teolog akan memperlihatkan tanda bahwa
ia sungguh menghargai budaya lokal yang ada.
Pemahaman
akan suatu budaya lokal itu dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga aspek,
yaitu: aspek sosial, aspek sejarah dan aspek politik. Ketiga aspek ini perlu
ditempatkan dalam konteks budaya lokal. Penempatan ketiga aspek ini dalam
konteks membutuhkan disiplin ilmu lain, misalnya ilmu sosial. Adanya disiplin
ilmu lain itu membuat anilisa terhadap kebiasaan hidup masyarakat menjadi lebih
mendalam. Disiplin ilmu lain membantu seorang teolog mengangkat situasi
partikular yang mengandung nilai dasar dalam budaya lokal. Dalam hal ini
seorang teolog melakukan teologi sederhana yang memiliki tujuan, antara lain:
menunjukkan kekayaan positif dan kebaikan dari konteks lokal; menantang konteks
lokal dengan mengajak orang melihat dan masuk pada batasnya; menginspirasi
orang dengan melihat visi yang tidak kelihatan dan mendengarkan seruan yang
tidak didengarkan.
Berteologi
secara sederhana itu senantiasa memakami sumber lokal yang terdiri dari ritual
lokal, bahasa sehari-hari, lagu daerah, peribahasa dan bangunan seni. Dengan
menggunakan unsur-unsur ini beberarti seorang teolog berteologi secara
kontekstual. Teolog itu hadir dan tinggal dengan orang-orang serta mendengarkan
suara mereka. Dalam hal ini teologi sederhana itu berusaha menghargai dan
menggunakan kebijaksaan yang ada pada budaya lokal, sehingga orang-orang lokal
dapat dengan mudah memaknai kebijaksanaan itu dalam terang Injil.
Pada
dasarnya teologi lokal itu mau menjadi suatu interaksi dialektis antara, Gereja
dan budaya. Interaksi yang dimaksudkan itu dibangun dalam proses yang
sistematis. Proses itu dimulai dari teologi lokal yang ditemukan dalam situasi
konkret, meneliti dan merumuskan kebudayaan lokal yang ditemukan, merumuskan
pusat perhatian dalam kebudayaan itu yang relevan dengan refleksi teologis, diteliti
dalam trasidisi kristiani, tradisi itu dilihat sebagai suatu rangkaian teologi
lokal, perjumpaan antara tradisi dan tema lokal, teologi lokal itu diuji dalam
konfrontasi dengn teologi lokal yang dipilih dari trasdisi, dicari bagaimana
teologi lokal memperkaya tradisi, akhirnya dipernyakan mengenai dampak teologi
lokal atas situasi kebudayaan. Proses sistematis itu dapat dirumuskan dalam
tiga kegiatan teologis pokok: menganalisa situasi lokal, menganalisa tradisi
dan mepertemukan tradisi (budaya) lokal dengan tradisi (teologis) umum.
Komentar
Posting Komentar