Opus Dei

OPUS DEI

1.      PENGERTIAN
Opus Dei merupakan suatu perkumpulan yang anggotanya berusaha ‘menguduskan pekerjaan, menjadi kudus dengan bekerja dalam berbagai profesi dan menguduskan orang lain melalui pekerjaan profesional mereka’. Lembaga ini lahir pada saat Gereja mengalami masa redup di Eropa dan maraknya sekte-sekte ekstrim di Amerika Serikat. Situasi ini menggugah hati Josemaria Escriva untuk membangun gerakan yang memberikan kekuatan dalam tubuh Gereja dengan ritual dan kelembagaan yang sangat konservatif dalam teologinya, akan tetapi dalam prakteknya bersikap pra-Konsili Vatikan II[1]. Paus dan Vatikan melihat suatu kelebihan dalam sifat tersebut. Anak-anak muda Eropa, Amerika dan Jepang dapat dengan muda mengikuti hidup spritualitas gerakan ini daripada mengikuti Perayaan Ekaristi setiap minggunya. Dalam hal ini Opus Dei memberikan sesuatu yang baru dan sesuai dengan kebutuhan generasi  muda saat itu.

2.      SEJARAH
a.      Pendiri: Josemaria Escriva
Josemaria Escriva adalah pendiri dari gerakan Opus Dei. Meskipun demikian, ia tidak mau disebut sebagai pendiri. Ia lahir tanggal 9 Januari 1902 di Barbastro, Spanyol, dari pasangan Jose dan Dolores Escriva. Pasangan ini dikaruniai enam orang anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Dalam rentang waktu tiga tahun antara 1910-1913, ketiga adik perempuan Josemaria meninggal satu per satu. Hal ini merupakan suatu pukulan dalam keluarga Escriva. pada suatu kesempatan Josemaria mengalami sakit meningitis (radang otak), kedua orangtua Josemaria sangat cemas. Dalam bayangan kelam atas meninggalnya ketiga anak mereka, ibu Dolores membawa Josemaria ke Biara Maria di Torreciudad, sebuah tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Dengan bercucuran air mata, sang ibu memohonkan kesembuhan dengan menaruh Josemaria ke tangan Bunda Maria. Hal ini sungguh membawa berkat yang luar biasa, Josemaria mendapatkan rahmat kesembuhan. Peristiwa ini dipandang sebagai mukjizat yang diterima oleh keluarga Escriva[2].
Keluarga Escriva menekuni bisnis tekstil sebagai penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada tahun 1914, bisnis yang telah dirintis oleh keluarga Escriva mengalami kebangkrutan karena perang dunia I. Keluarga Escriva jatuh miskin. Tahun 1915, keluarga Escriva pindah ke Logrono, salah satu kawasan industri anggur di Spanyol. Di tempat ini Josemaria mengalami sebuah peristiwa religius yang menjadi titik awal panggilannya. Dalam peristiwa itu, ia berjalan di tengah salju dan bertanya-tanya tentang masa depannya. Di saat ia merenungkan pertanyaan itu, ia kemudian melihat jejak telapak kaki seorang biarawan Karmelit. Ia yakin bahwa jejak itu merupakan jejak kaki biarawan karmelit karena kebiasaan  biarawan tarekat ini ialah berjalan tanpa memakai alas kaki. Peristiwa ini membuatnya yakin bahwa ia terpanggil untuk menjadi seorang biarawan[3]. Sejak saat itu, ia mulai tekun mengikuti misa harian dan membuat program doa harian. Niat untuk menjadi seorang imam dikemukakannya kepada keluarga. Ketika keluarga mendengar niat itu, dukungan pun diberikan kepada Josemaria, tetapi bukan untuk menjadi seorang biarawan karmelit. Keluarga menginginkan agar Josemaria menjadi seorang imam diosesan. Hal ini tentu membuat Josemaria menjadi sedikit kecewa. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ketika anak bungsu (Santiago) dalam keluarga Escriva lahir, Josemaria mulai lega karena sudah anak laki-laki yang bisa membantu keluarga di kemudian hari. Josemaria kemudian memilih masuk biara karmelit.
Pada tahun 1920, Josemaria mulai belajar di Universitas Kepausan di Saragossa. Ia mengambil pendidikan ilmu hukum sebagai spesialisasinya. Dua tahun kemudian, ia tunjuk menjadi pengasuh seminari di Saragossa. Tanggal 20 Desember 1924, ia ditahbiskan menjadi diakon. Ia resmi menjadi imam pada tanggal 28 Maret 1925. Ia mempersembahkan misa perdananya di kapel Bunda Maria di katedral pilar Maria. Setelah menjadi seorang imam, Josemaria melanjutkan pendidikan Hukum Kanonik dan Hukum Sipil. Setelah itu, ia pindah ke Madrid untuk meraih gelar doktor di bidang Hukum Sipil.
Pada tanggal 2 Oktober 1928, Josemaria mengkuti retret di kediaman imam-imam Vincentius. Dalam masa retret itu, ia kembali menemukan pengalaman mistik[4]. Ia mendengar suara lonceng yang bertalu-talu dari pesta Malaikat Pelindung. Menurut pastor Alvaro de Partillo (bapa pengakuaan Josemaria), selama 20 tahun, Josemaria sering mendapatkan penampakan untuk membangun sebuah gerakan spritual. Pengalaman religius inilah yang mengilhaminya untuk membangun Opus Dei.
Josemaria meninggal pada tanggal 26 Juni 1975. Beberapa tahun setelah ia meninggal, muncul upaya untuk proses kanonisasi. Proses ini dimulai sejak 19 Februari 1981. Selama proses kanonisasi, ada begitu banyak dukungan dari Kardinal, Uskup, Superior Jendral  dari banyak kongregasi. Proses kanonisasi Josemaria merupakan yang pertama diproses setelah Kode Hukum Kanonik tahun 1983 mengefisienkan proses kanonisasi, sehingga bisa berlangsung lebih cepat daripada proses-proses yang berlangsung sebelumnya. Josemaria dibeatifikasi pada tanggal 17 Mei 1992 dan dikanonisasi pada tanggal 6 Oktober 2002 oleh Paus Yohanes Paulus II.

b.      Proses Pembentukan Opus Dei
Pada tahun 1933, dibuka Center of Opus Dei pertama  dan  The DYA Academy di kota Madrid. Tujuan utamanya ialah sebagai sarana bagi kaum muda yang kesulitan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ada dua jurusan yang dibuka yaitu hukum dan arsitektur. Josemaria berencana memperluas karya kerasulannya ke berbagai daerah. Namun, rencana tersebut mengalami hambatan karena perang saudara yang terjadi di Spanyol pada tahun 1936. Rencana Josemaria baru terwujud pada tahun 1939[5]. Josemaria mulai memperluas karyanya ke daerah-daerah di Spanyol dan luar Spanyol. Penyerbarluasan karya ke luar Spanyol juga mengalami hambatan akibat meletusnya perang dunia II. Opus Dei diakui oleh uskup Madrid Leopoldo Eijo  Y Garay pada 19 Maret 1943. Pada 16 Juni 1950, Paus Pius XII memberi izin kepada Opus Dei secara definitif. Izin ini memungkinkan kaum awam yang menikah untuk bergabung dengan Opus Dei. Pada tahun 1969, diadakan kongres di Roma untuk menyusun struktur Opus Dei agar tidak bertentangan dengan hasil Konsili Vatikan II. Selanjutnya, pada 24 Februari 1974, Opus Dei mendapat izin pontifikal.
Nama resmi lembaga Opus Dei ialah The Holy Cross and Opus Dei. Lembaga ini diakui oleh Gereja Katolik sebagai sebuah Personal Prelature secara resmi pada 28 November 1982. Lembaga ini diresmikan oleh Paus Yohanes Paulus II, dengan menunjuk Alvaro De Partillo sebagai uskupnya. Dalam hirarki Gereja, Opus Dei berada di bawah Kongregasi Suci untuk para uskup. Hal berarti Opus Dei memiliki status legal dan tercatat secara yuridis. Nama Opus Dei berasal dari bahasa Latin, yang dapat diartikan sebagai ‘Pekerjaan Tuhan’ atau ‘Karya Tuhan’. Tujuan dari lembaga ini ialah mengajak setiap orang untuk mencari dan menemukan kesucian  (kekudusan) dalam kehidupan sehari-hari.
Pada saat ini Opus Dei berada di 90 negara di dunia, serta memiliki anggota kurang lebih 90.000 orang yang terdiri dari 88.000 awam dan 2.000 imam. Pada awal berdirinya, lembaga diperuntukkan bagi awam laki-laki (bukan imam). Seiring perjalanan waktu, Josemaria memperoleh pemahaman dari Tuhan bahwa Opus Dei juga bisa diperuntukkan bagi kaum perempuan. Adapun yang menjadi uskup Opus Dei saat ini ialah Mgr. Javier Echevarria Rodriguez. Ia ditahbiskan menjadi uskup Opus Dei pada 6 Januari 1995 oleh Paus Yohanes Paulus II.

3.      INFORMASI OPUS DEI
a.      Visi dan Misi
Opus Dei sebagai suatu lembaga memiliki misi menolong siapa saja agar menemukan kekudusan dalam pekerjaan, dan hidup keseharian masing-masing[6]. Setiap anggotanya diajak untuk mempersembahkan kehidupan sehari-hari kepada Yesus Kristus dan membantuk Gereja dalam menyebarluaskan Injil. Adapun Visi dari lembaga ini ialah panggilan untuk menjadi kudus dan rasul. Setiap orang memiliki panggilan masing-masing, dalam Opus Dei panggilan itu menjadi sarana untuk mewartakan injil  dalam kehidupan sehari-hari melalui pekerjaan yang ditekuni. Di anggota Opus Dei berada, di situ mereka berusaha menjadi rasul bagi sesamanya.
Ketika orang bergabung dengan Opus Dei, mereka tidak meninggalkan apa yang menjadi pekerjaan mereka sehari-hari. Mereka tetap menekuni pekerjaan itu. Dalam pekerjaan itu, anggota Opus Dei akan mampu melihat pekerjaan dan hubungan sosial sebagai sarana untuk semakin dekat dengan Tuhan. Selain itu, anggota Opus Dei juga dipanggil untuk mampu membangun sikap belarasa dengan sesama. Ketika ada orang yang mengalami kesusahan, anggota Opus Dei dapat menjadi penolong. Adapun yang menjadi penekanan Opus Dei yaitu tanggungjawab setiap anggotanya untuk mencari kekudusan dan membimbing orang lain menuju kekudusan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, setiap orang di dunia ini dapat membangun relasi yang baik dengan Tuhan, walaupun mereka disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari.

b.      Spiritualitas Opus Dei
Anggota Opus Dei memiliki beberapa spiritualitas, antara lain: kesadaran diri sebagai putra-putri Allah (divine filiation), keseharian hidup (ordinary life), kesucian kerja (sanctifying work), doa-pengorbanan (prayer-sacrifice), keutuhan hidup (unity of life), kebebasan (freedom) dan kedermawanan (charity)[7].
1)      Sifat Keilahian
Ketika seseorang dibaptis menjadi pengikut Kristus, ia akan dianugerahi kebajikan sebagai anak Allah. Kebajikan itu akan memampukan setiap orang menyadari rahmat Allah atas dirinya dan membagikannya kepada sesama. Hal ini  merupakan fondasi dasar dari setiap anggota Opus Dei untuk membantu sesama dalam membangun kesadaran dalam iman akan Allah. Kesadaran digunakan untuk mengembangkan iman akan penyertaan Tuhan dalam setiap langkah kehidupan manusia. Dengan demikan setiap orang beriman saling bahu-membahu dalam menghayati iman mereka kepada Allah.

2)      Keseharian Hidup
Dalam dunia ini, setiap orang tidak akan terlepas dari aktivitas sehari-hari. Orang akan senantiasa melakukan hal-hal yang dapat menunjang kehidupannya. Hal ini kadang-kadang membuat orang ‘lupa’ mengembangkan imannya. Opus Dei hadir membantu setiap orang untuk dapat tetap menaruh perhatian pada perkembangan iman, walaupun mereka harus disibukkan dengan pekerjaan sehari-hari. Dengan kata lain setiap orang diajak untuk mampun hidup dalam kekudusan. Kekudusan itu dibangun melalui pikiran, perkataan dan tingkah laku dengan mempraktekkan kedermawanan.

3)      Kesucian Kerja
Kesucian kerja berarti membangun relasi yang mendalam dengan Yesus Kristus, sehingga setiap orang dapat melihat bahwa dalam pekerjaan tampak karya Allah. Semangat dalam pekerjaan dibangun dengan meniru semangat Yesus Kristus dalam mewartakan kerajaan Allah.  Setiap orang diajak untuk membangun kesadaran bahwa dalam bekerja ada begitu banyak nilai kristiani yang dapat dipratekkan.

4)      Doa dan Pengorbanan
Pilar hidup doa menjadi bagian yang sangat ditekankan kepada setiap anggota Opus Dei. Para anggotanya diajak untuk tekun dalam mengikuti kegiatan-kegiatan rohani seperti misa harian, devosi, meditasi, baca kitab suci dan mengikuti pengakuan dosa. Dengan melakukan kegiatan tersebut, orang akan dapat membangun sikap pengorbanan. Hidup doa yang baik akan memampukan orang untuk mentransendensi diri. Semua itu dilakukan dengan tujuan meneladani hidup Yesus Kristus yang rela berkorban bagi umat manusia.

5)      Keutuhan Hidup
Dalam kelembagaan Opus Dei, setiap anggotanya diberi tekanan untuk hidup dalam keutuhan. Hidup dalam keutuhan berarti hidup dalam keseimbangan antara jasmani dan rohani. Adanya keseimbangan hidup jasmani dan rohani dalam diri setiap anggota akan memampukan anggota tersebut untuk menyatu dengan Tuhan. Ketika orang mampu menyatukan diri dengan Tuhan, tidak akan ada lagi pembedaan dalam segi apapun seperti profesi, status sosial dan keluarga. Semua akan merasa bahwa diri mereka sama dihadapn Tuhan.

6)      Kebebasan
Orang-orang yang telah bergabung dengan Opus Dei dituntut untuk memiliki kebebasan. Tidak ada tekanan dalam menjalani kehidupan sebagai anggota Opus Dei. Setiap orang bebas dalam memilih pekerjaan atau bidang tertenti yang menjadi keinginan diri. Kebebasan ini akan semakin membantu orang dalam mengekspresikan diri sebagai anak-anak Allah. Dengan demikian segala sesuatu yang diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari sungguh berasal dari dalam diri.

7)      Karitas
Allah telah menganugerahkan kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia. Dalam Opus Dei, hal ini diberi perhatian dengan membina setiap anggotanya untuk berani berbuat kasih kepada sesama dalam hal apapun. Perkataan dan perbuatan anggota Opus Dei harus memberikan gambaran kepada sesama bahwa Allah sungguh hadir menyertai mereka dengan mengutus orang-orang yang menjadi pembawa kasih.

c.       Kegiatan Opus Dei
Opus Dei sebagai lembaga resmi dalam naungan Katolik memiliki aktivitas-aktivitas yang menunjukkan pelayanan kepada Gereja. Kegiatan Opus Dei tidak terlepas dari harmoni otoritas uskup setempat. Adapun kegiatan-kegiatan yang ditawarkan oleh Opus Dei antara lain: pengajaran (kegiatan kelas), rangkaian diskusi, retret dan kegiatan pastoral lainnya yang mengembangkan iman dan mengerbarluaskan kabar gembira. Ciri khas dari kegiatan Opus Dei yaitu suasana kekeluargaan. Dalam suasana kekeluargaan, para anggota membangun berbagai keutamaan seperti kesederhanaan, kesiapan untuk menolong, pengertian dan kebaikan hati yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu kegiatan evangelisasi yang paling penting dalam Opus Dei yaitu kesaksian. Hal ini tidak dilakukan dengan berkata-kata saja, melainkan menunjukkannya dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Dalam hal ini, para anggota Opus Dei memperlihatkan teladan kepada sesama. Selain itu, ada juga kegiatan karitatif yang dipelopori oleh anggota Opus Dei. Misalnya dengan memberikan pelayanan pendidikan. Tujuan dari kegiatan ini bukan untuk memperoleh pendapatan, melainkan lebih pada pelayanan yang berasal dari ketulusan hati.

d.      Keanggotaan Opus Dei[8]
1)      Supernumeraries
Supernumeraries adalah anggota awam yang menikah, bekerja dan melaksanakan cita-cita Opus Dei dalam lingkungan hidup serta profesi mereka. Mereka tidak begitu banyak terlibat dalam kegiatan Opus Dei karena alasan keluarga. Mereka berkewajiban menyumbangkan sebagian dari penghasilan mereka untuk menunjang Opus Dei.
2)      Numeraries
Numeraries adalah kumpulan imam dan awam yang selibat. Mereka adalah anggota seumur hidup yang mengikrarkan nilai injili serta hidup berkomunitas. Mereka memegang peran penting dalam Opus Dei. Mereka yang berhak memulai proses pembukaan markas baru.
3)      Numerary Assistants
Numerary Assistants adalah kaum perempuan yang mendedikasikan hidup mereka untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga di pusat Opus Dei. Kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan antara lain: memasak, menjaga kebersihan dan menjalankan administrasi keuangan organisasi.
4)      Associates
Associates adalah anggota Opus Dei yang selibat, tetapi mereka tidak sama seperti numeraries. Perbedaan utama mereka hanyalah tempat tinggal. Associates tidak tinggal di pusat Opus Dei. Mereka tetap tinggal pada keluarga mereka dengan alasan kewajiban dalam keluarga.
5)      Para imam
Para imam adalah anggota Opus Dei yang atas kemauannya sendiri bersedia diarahkan menjadi imam. Ada juga imam-imam diosesan yang bersedia menjadi bagian dari Opus Dei. Syarat yang harus dipenuhi oleh imam diosesan tersebut ialah berkeyakinan mencari kekudusan sesuai dengan semangat Opus Dei. Para imam diosesan tersebut tetap taat kepada uskup setempat, walaupun mereka telah menjadi bagian dari Opus Dei.
6)      Cooperators
Cooperators adalah orang-orang Katolik dan non-Katolik yang mendukung Opus Dei dalam berkarya. Mereka ini seperti simpatisan saja dalam mendukung karya anggota Opus Dei.

4.      REFLEKSI PRIBADI TENTANG OPUS DEI
Opus Dei sebagai suatu lembaga resmi yang berada dalam naungan Gereja Katolik memiliki spiritualitas yang sungguh sangat baik demi perkembangan iman. Ketika saya membuat tulisan tentang Opus Dei, ada satu hal yang menarik dari lembaga ini. Hal tersebut ialah menemukan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut saya, menemukan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu hal yang akan sangat berguna bagi masyarakat modern. Dalam menemukan kekudusan ini, saya melihat ada kolaborasi antara nilai-nila kristiani yang coba dihayati dalam aktivitas sehari-hari. Dari penghayatan itu, setiap orang dapat menemukan bahwa ternyata dalam bekerja, ada juga unsur perwartaan yang coba diperlihatkan kepada sesama. Dalam hal ini pewartaan itu menjadi sangat konkret. Orang tidak hanya berfokus pada  kata-kata, tetapi lebih berfokus pada tindakan yang sungguh berdampak bagi sesama. Dengan demikian diri sendri dan sesama dapat saling mendukung dalam mengembangkan iman.
Saya sangat tertarik dengan spiritualitas Opus Dei tentang menemukan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang mahasiswa teologi yang sedang mempersiapkan diri menjadi seorang imam, hal ini perlu saya hayati dengan baik. Dengan membangun penghayatan baik tentang spiritualitas tersebut, saya akan memiliki pewartaan yang sungguh konkret dan dapat diterima dengan baik oleh sesama. Dalam hal ini saya akan memiliki keselarasan antara perkataan dan tindakan.



[1] A. Heuken, Ensiklopedi Gereja, VI, Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta 2005, 51.
[2] Bdk. Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code, Obor, Jakarta 2006, 7-10.
[3] F. Rahardi, “Santo di Tengah Perubahan Zaman”, Hidup 26 (2012) 8.
[4] Bdk. Francois Godrand, SEIRAMA LANGKAH TUHAN: Biografi Santo Josemaria Escriva, diterjemahkan dari At God’s Pace, oleh Elizabeth Sundari, Obor, Jakarta 2012, 48.
[5] Bdk. Vicente R. Pilapil, “Opus Dei in Spain”, The World Today 27 (1971) 212-214.
[6] Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code, 51.
[7] Tim Penulis Obor, Opus Dei dan Da Vinci Code, 54.
[8] Bdk. John L. Allen, OPUS DEI: Menguak Mitos dan Realitas Organisasi Paling Kontroversial dalam Gereja Katolik, Pustaka Alvabet, Tangerang 2005, 29-34.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer