Metode Teologi: Gereja Katolik di Tana Toraja
METODE
TEOLOGI
Dosen
Pengampu: Y.B. Prasetyantha, MSF
GEREJA
KATOLIK DI TANA TORAJA
Suatu
Panggilan Untuk Menjawab Masalah Sosial
(Metode
Praksis)
O
L
E
H
AYUS
RATRIGIS
FT.
3645
NIM.
156114011
UNIVERSITAS
SANATA DHARMA
FAKULTAS
TEOLOGI
YOGYAKARTA
2016
1.
Pemaparan
Masalah
Dalam
pembangunan ekonomi masyarakat Tana Toraja memiliki tantangan tersendiri. Tana
Toraja memiliki sumber-sumber ekonomi yang menunjang pembangunan masyarakat,
akan tetapi sebagian masyarakat Toraja hidup dalam keterbatasan ekonomi. Di
tingkat ekonomi kecil, orang Toraja jarang terlibat di dalamnya. Ketika orang
berkunjung ke pasar-pasar tradisional terutama di Makale dan Rantepao, pada
umumnya pedagang-pedagang yang ditemui, tidak berasal dari Tana Toraja.
Orang-orang Toraja hanya menjadi penjual pinggiran yang tidak memiliki tempat
yang tetap. Bahkan, dagangan yang ditawarkan seperti sayur, lombok, tomat dan
kebutuhan hidup sehari-hari didatangkan dari luar Tana Toraja.[1]
2.
Analisis
atas Konteks
Tana
Toraja sendiri memiliki banyak kekayaan alam. Salah satu bidang yang paling
diminati orang ialah bidang pariswisata. Ada berbagai tempat wisata seperti
pemandangan alam, kuburan batu dan kolam alam. Selain itu, terdapat tanah yang
subur dan baik untuk bidang pertanian. Secara logika, orang tidak akan
kekurangan hidup dengan berbagai potensi yang ada di Tana Toraja. Akan tetapi,
semua itu menjadi sia-sia karena sikap masyarakat. Masalah kemiskinan tetap
saja ada di Tana Toraja.
Ada
begitu banyak orang Toraja yang menimba pendidikan di luar Tana Toraja. Akan
tetapi, kehadiran mereka tidak mengubah stabilitas ekonomi karena pada umumnya
mereka memilih bekerja di luar Tana Toraja. Akibatnya, orang yang menjadi
penggerak ekonomi di Tana Toraja adalah mereka yang menjalani pendidikan di
Tana Toraja dan mereka yang berasal dari luar Tana Toraja. Selain itu, orang
yang bergerak di bidang ekonomi kecil adalah mereka yang tidak menyelesaikan
pendidikannya. Oleh karena itulah, Gereja perlu membuka wawasan mereka sehingga
masalah sosial-ekonomi itu dapat teratasi.
Masalah
Sosial Ekonomi di Tana Toraja tidak terletak pada sumber daya alam, melainkan
sumber daya manusia. Ada mentalitas ‘enggan’ memanfaatkan sumber daya alam di
sekitar mereka. Akibatnya mereka tidak memaksimalkan sumber daya alam dengan
baik, sehingga timbullah masalah kemiskinan yang melilit mereka. Sungguh
merupakan suatu ironi, hidup sebagai orang miskin di tengah alam yang kaya akan
sumber daya. Dari fenomena ini, tampak bahwa masalah utama yang perlu dikaji
ialah memperbaiki pola pikir masyarakat. Gereja Katolik di Tana Toraja
dipanggil untuk membuka mata terhadap upaya memperbaiki pola pikir ini. Dengan
terbuka pada usaha memperbaiki pola pikir, maka Gereja dapat memaknai dirinya
sebagai persekutuan orang beriman di tengah masyarakat Toraja.[2]
3.
Refleksi:
Kitab Suci dan Tradisi
Keterlibatan
Gereja dalam menjawab masalah sosial tidak terlepas dari Hakikat Gereja. Dalam
dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium
(Konstitusi Dogmatis Tentang Gereja) disebutkan bahwa kaum beriman Kristiani
adalah mereka yang berkat sakramen baptis telah menjadi anggota Tubuh Kristus
dan terhimpun sebagai umat Allah (LG 31). Dalam pemahaman ini terdapat dua kata
kunci yaitu Gereja sebagai umat Allah dan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.
Gereja sebagai umat Allah berakar pada tradisi perjanjian lama. Panggilan Allah
kepada Abraham (Kej 12:1-9) merupakan awal sejarah bangsa Israel. Dari
keturunan Abraham muncullah umat Israel yang dipanggil dan dipilih Allah
menjadi umat-Nya (Kel 6:6; Ul 27:9; LG 9). Panggilan tersebut merupakan
persiapan Gereja umat Allah. Gereja sebagai umat Allah baru lahir ketika
Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas para rasul (Kis 2). Sejak saat itu
Gereja berkembang sebagai peziarah yang beorientasi pada kedatangan Kristus yang
kedua (2 Ptr 3:10-15). Selama peziarahan itu, Gereja dijiwai oleh Roh Kudus dan
membuatnya menjadi Tubuh Mistik Kristus. Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus
menunjuk pada kesatuan Kristus dan Gereja-Nya (LG 7). Kristus dipahami sebagai
kepala (Ef 1:22; 4:15) dan Gereja sebagai tubuh-Nya (Kol 1: 18).
Keterlibatan
sosial Gereja muncul dari pemahaman Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus. Tugas
pokok Gereja ialah mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah (Mrk 1:15).
Pewartaan Kerajaan Allah ini bertujuan mewujudkan suatu tatanan yang
membebaskan, yang memberi kebahagiaan dan kesejahteraan, keadilan dan kedamaian
bagi semua orang, terutama mereka yang miskin dan tertindas (bdk. Luk 4:18-19).
Gereja dipanggil untuk terlibat dan mengusahakan perwujudan Kerajaan Allah
dalam kesatuan dengan Kristus sebagai sumber hidup Gereja (Ef 4:16; Kol 2:19)
sekaligus sebagai pemimpin (Ef 1:23; Kol 1:18).
Dalam
menyelesaikan masalah sosial ekonomi di Tana Toraja, Gereja dapat bercermin
pada nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika. Paulus dan mitra
kerjanya berusaha bekerja untuk mencari nafkah sendiri, sendiri tidak menjadi
beban (1Tes 2:9). Dalam kehidupan sehari-hari Paulus berusaha mendorong orang
untuk bekerja secara maksimal. Dalam usaha itu ia menegaskan bahwa “Sebab, juga
waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika
seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” ( 2Tes 3:10). Melalui nasihat
ini Paulus mendorong jemaatnya untuk bekerja dengan tangannya, dan karenanya
mereka memberi contoh kepada orang-orang luar dan pada waktu yang sama
melengkapi diri dengan keperluan material sendiri (1Tes 4:11-12). Nasihat-nasihat
ini kemudian ditutup dengan sebuah doa yang berisi permohonan agar Allah
memberikan damai kepada jemaat (bdk. 1Tes 5:23).
4.
Tanggapan
dan Upaya
Sejauh
ini, Gereja Katolik di Tana Toraja telah mengusahakan perbaikan pola pikir
dalam masyarakat. Upaya itu dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga Credit Union Sauan Sibarrung (semacam
koperasi simpan pinjam). Untuk bergabung dalam lembaga ini, seseorang akan
diberikan suatu pendidikan agar mereka sungguh mengerti terhadap tujuan yang
hendak dicapai melalui lembaga tersebut. Pendidikan motivasi dan pendidikan
dasar dalam lembaga ini memiliki pola sebagai berikut: 1) Pikiran, 2) Tindakan,
3) Kebiasaan, 4) Karakter, 5) Nasib. Dari pola ini tampak bahwa pikiran itu
akan menentukan nasib. Melalui lembaga ini juga Gereja mendorong orang untuk
mengusahakan kekayaan alam Tana Toraja. Setiap orang yang bergabung dalam
organisasi ini akan difasilitasi dalam membangun usaha seperti beternak babi
ataupun bertani. Dengan demikian secara perlahan-lahan, masyarakat Tana Toraja
bisa membangun habitus memperbaiki ekonomi melalui sarana yang mereka miliki.
Komentar
Posting Komentar