Alam Pikir Hindu
A.
PAHAM
“ADA YANG TERTINGGI”
Hinduisme
lebih menekankan cara bertindak daripada teks tertulis. Penekanan ini
menimbulkan kesulitan dalam mencari teks tunggal mengenai Hinduisme yang diakui
oleh seluruh penganutnya . Meskipun begitu,dalam mencari teks dasar untuk
menggambarkan filsafat Hindu dengan tepat, pilihan yang terbaik ialah
prinsip-prinsip di dalam Upanishad. Teks-teks dalam Upanishad itu berisi
pengajaran-pengajaran. Upanishad tidak menghadirkan sistem filsafat yang
tunggal, melainkan lebih memberikan saran dan refleksi. Kedua hal ini dipakai
oleh umat Hindu untuk mencari realitas yang tertinggi yang disebut Brahman.
Brahman adalah
Roh yang paling tinggi, di luar jangkauan manusia, tidak terbatas oleh waktu
dan ruang[1].
Ketidakterbatasan ini membuat Brahman
berbeda dengan apapun dan sulit untuk dipahami, kecuali ketika manusia sudah
tidak terikat dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Usaha manusia untuk
melepaskan diri dari keterikatan duniawi itu dilakukan dengan bermeditasi
ataupun bermatiraga. Dalam melakukan usaha tersebut manusia perlu membangun
kesadaran. Kesadaran akan mengantar manusia pada kebebasan duniawi. Ketika
manusia mencapai hal ini, manusia akan memiliki hati yang tulus dan bijaksana.
Dengan demikian manusia semakin terbantu untuk memahami Brahman yang tidak terbatas dengan apapun.
Pengakuan
akan Brahman sebagai realitas yang
tertinggi tidak bertentangan dengan penyembahan dewa/i dalam Hinduisme. Dalam
Hinduisme, dewa/i merupakan manifestasi dari Brahman. Dewa/i berfungsi mengatur jalannya roda kehidupan dengan
baik dalam proses penciptaan, perjalanan waktu serta peleburan setelah
kematian.Dengan kata lain dewa/i merupakan untusan Brahman yang menjaga siklus
kehidupan ini sesuai dengan tugasnya masing-masing. Kemampuan Brahman untuk melingkupi segalanya
membuat ia dapat berwujud dalam apapun seperti laki-laki, perempuan bahkan
binatang.Oleh karena itu, dengan melakukan penyembahan terhadap dewa/i, manusia
telah menyembah Tuhan yang tidak terbatas itu.
Brahman
yang merupakan realitas tertinggi adalah prinsip pemersatu yang tunggal[2]. Brahman mempersatukan segala sesuatu
yang ada, baik itu yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Manusia, alam
semesta dan dewa/i menjadi satu kesatuan dalam Brahman. Kesadaran akan Brahman
menjadikan manusia semakin mudah semakin menyadari bahwa kehidupan ini
merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan erat dan terikat satu dengan
lainnya. Kesatuan inilah yang perlu dijaga manusia dengan melakukan hal-hal
yang selaras dengan usaha menjaga keharmonisan di dalam kehidupan ini. Memang
hal ini tidak mudah, tetapi dengan kesadaran akan Brahman, manusia dapat diarahkan pada hal-hal yang luhur. Keluhuran
itu akan tergambarkan dalam pola perilaku dan tindakan manusia yang konkret,
baik itu dalam kegiatan penyembahan kepada dewa/i, membantu sesama, meditasi
maupun matiraga.
B.
ALAM
SEMESTA
Salah
satu prinsip filosofis utama dalam Upanishad ialah prinsip kesatuan dan tunggal
yang mendasari seluruh alam semesta yaitu Brahman.
Dunia ini merupakan suatu realitas yang tunggal, meskipun memiliki beragam nama
dan penampilan[3]. Banyak tradisi Hindu meyakini bahwa dunia ini
berasal dari ketiadaan asali. Pada mulanya kosong, belum ada ruang dan waktu
serta materi. Realitas yang tunggal itu membagi dirinya dalam berbagai macam
bentuk dan membentuk satu kesatuan yang membentuk alam semesta. Dengan kata
lain, segala sesuatu yang ada di alam semesta berasal dari prinsip tunggal
yaitu Brahman.
“Brahman is at once the
the material cause as well as the efficient cause of the world. There is no
difference between the cause and the effect, and the effect is but an illusory
imposition on the cause-a mere illusion of name and form... This world,
inasmuch as it is but an effect imposed upon the Brahman, is only phenomenaly
existent as mere objects of name dan form, but
the cause, the Brahman , is also the reality”[4].
Dalam
kesepian, Brahman menginginkan adanya
yang lain. Dia membagi dirinya menjadi
dua bagian yang memuat unsur pria dan unsur wanita. Kedua bagian ini saling
berinteraksi secara seksual dan kemudian menghasilkan alam semesta yang beragam
bentuknya. Dari hal ini yang ingin ditekankan ialah keragaman dunia itu perlu
disadari secara fundamental bahwa dunia ini saling berhubungan erat. Oleh
karena itu, kesatuan asali yang membentuknya tidak akan pernah hilang dan
secara sederhana tampak dalam bentuk-bentuk yang beragam di alam semesta ini.
Kosmologi
dalam Hinduisme dibagi menjadi tiga yaitu alam fisik, alam roh dan alam
spiritual. Alam fisik merupakan alam yang dapat disaksikan manusia secara kasat
mata, alam roh merupakan alam tempat bersemayamnya para roh dan dewa/i dan alam
spiritual merupakan alam tempat Brahman
sebagai realitas yang tertinggi bersemayam[5].
Ketiga alam ini merupakan satu kesatuan dalam Brahman. Manusia dalam
kehidupan sehari-hari melakukan aktivitasnya dalam alam fisik untuk masuk dalam
alam spiritual. Dalam membangun usaha itu manusia dibantu oleh dewa/i yang
terdapat dalam alam roh. Itulah sebabnya dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu
melakukan penyembahan kepada dewa/i. Usaha yang terus-menerus membuat manusia
dengan mudah masuk dalam alam spiritual.
C.
MANUSIA
DAN CIPTAAN LAIN
Dalam
Hinduisme, manusia dan ciptaan lain memiliki atman. Atman itu merupakan aspek ilahi yang hidup dalam diri setiap
ciptaan, baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan[6]. Atman menjadikan manusia dan ciptaan
lain dapat membangun relasi dengan Brahman
sebagai pencipta. Adanya atman
membuat manusia dan ciptaan lain mampu mengusahakan kedekatan dengan Yang Ilahi
berdasarkan caranya masing-masing.
Manusia
memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ciptaan lain. Manusia
diberi kebebasan sebagai subyek untuk berkuasa terhadap ciptaan lain. Dalam hal
ini manusia itu istimewa dibandingkan dengan ciptaan lain. Keistimewaan itu
terletak pada anugerah akal budi yang diterima oleh manusia. Dengan akal budi
manusia dapat memperlakukan ciptaan lain secara bebas. Akan tetapi, kebebasan
itu tidak serta merta menjadikan manusia bebas memperlakukan ciptaan lain
sewenang-wenang. Manusia perlu menyadari bahwa kebebasan itu harus dipakai
untuk menjaga dan melestarikan ciptaan lain. Dengan bertindak seperti itu, maka
manusia menjadi ciptaan yang sungguh mulia.
Manusia
dan ciptaan lain itu merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi satu
dengan yang lain. Manusia memperlakukan ciptaan lain secara bertanggung jawab
dan ciptaan lain membalas kebaikan manusia dengan menyediakan berbagai
kebutuhan hidup manusia seperti, makanan
dan minuman. Dalam hal ini manusia menunjukkan sisi kemanusiaannya yang dapat
bertindak didasarkan pada pemikiran yang sudah
dipertimbangkan baik dan buruknya. Ukuran suatu tindakan yang baik itu
selalu tidak miring sebelah. Artinya, manusia mampu mengambil keuntungan yang
tidak berpihak pada dirinya saja, melainkan juga menguntungkan bagi ciptaan
lain yang menjadi objek tindakan manusia. Dalam hal ini manusia dan ciptaan
lain tidak merasa mengalami kerugian. Dengan demikian manusia dan ciptaan lain
dapat merasakan keterikatan yang menjaga stabilitas alam semesta sebagai satu
kesatuan.
Kesadaran
manusia akan Brahman itu selalu
berkonfrontasi dengan sesama dan ciptaan lain. Manusia menyadari bahwa ada
kekuatan yang tertinggi ketika ia sudah mampu membangun hubungan yang erat
dengan sesama dan ciptaan lain. Manusia akan merasakan karya Yang Ilahi dengan
bantuan ciptaan lain. Misalnya manusia merasa bahagia ketika kebun atau
ladangnya menghasilkan panenan yang melimpah. Kebahagiaan itu lalu mengantarkan
manusia rasa syukur yang mendalam kemudian menyembah Brahman sebagai sumber rahmat yang diterima. Setelah manusia itu
bersyukur, muncullah niat untuk lebih tekun lagi merawat dan memelihara ciptaan
lainnya. Sebaliknya, jika manusia itu memperlakukan ciptaan lain secara tidak
bertanggung jawab dan memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka manusia akan
jatuh pada situasi buruk.
D.
HUBUNGAN
ANTAR MANUSIA DALAM HIDUP BERSAMA DI TENGAH SEMESTA DAN MASYARAKAT
Dalam
membangun kehidupan di tengah alam semesta, manusia itu selalu hidup bersama.
Kebersamaan itu terlihat dalam relasi dengan sesama dan ciptaan lain. Manusia
dan sesamanya saling berinteraksi menyongsong masa depan yang bahagia. Kebahagiaan itu akan
tercapai ketika semua ciptaan kembali
pada Brahman sebagai sumber
kehidupan. Usaha untuk mencapai kebahagiaan ini ditempuh secara bersama-sama
dengan saling memperhatikan satu sama lain.
Setiap
orang memiliki tujuan dalam dalam tradisi India. Tujuan tersebut, antara lain:
hidup dalam keutamaan (dharma),
sarana hidup (artha), kenikmatan (kama)
dan pembebasan diri (moksha)[7]. Keempat hal ini menjadi dasar dalam mengatur
hidup bermsyarakat. Setiap orang harus menyadari secara jelas dan memahami
fungsi-fungsi hakiki yang terdapat di
dalamnya. Dengan menyadari dan memahami hal ini, setiap orang dapat menjadi
bagian dari bermsyarakat yang sangat bermanfaat dalam memperjuangkan kehidupan
yang membahagiakan. Pada dasarnya,
ketika orang berbicara mengenai tindakan yang berhungan dengan orang lain, hal
itu termasuk dalam dharma. Ketika
orang berbicara mengenai kekayaan dan kuasa, hal itu termasuk dalam artha. Ketika orang berbicara mengenai
tindakan yang berhubungan dengan kenikmatan, hal itu termasuk dalam kama. Ketika orang berbicara mengenai tindakan yang berhubungan
dengan perwujudan diri, hal itu termasuk dalam moksha.
Hinduisme
sangat menekankan keharmonisan. Upaya yang dilakukan untuk membangun keharmonisan
itu ialah dengan berpikir, berkata dan bertindak secara baik. Kebaikan itu akan
mengarahkan manusia pada kehidupan yang harmoni. Di samping itu, manusia juga
melakukan pengendalian diri. Ada enam hal yang perlu dikendalikan dalam
kehidupan yaitu: hawa nafsu, kerakusan, kemarahan, kebingungan, mabuk iri hati.
Keenam hal ini merupakan godaan yang senantiasa hadir dalam kehidupan manusia.
Apabila manusia jatuh pada godaan ini, maka manusia akan mengalami kesulitan
memperjuangkan keharmonisan.
Keterbukaan
pikiran merupakan landasan untuk membangun kehidupan yang harmonis. Dengan
memiliki pikiran yang terbuka, manusia dapat menyadari bahwa dirinya merupakan
bagian dari semua ciptaan yang harus saling bersinergi dalam mencapai
keharmonisan. Sinergi itu bukan sekadar kata-kata melainkan suatu tindakan.
Setiap orang diharuskan menjadi pemeran aktif dalam melakukan tindakan-tindakan
yang baik. Tindakan yang diharapkan ialah tindakan yang berangkat dari
kesadaran, bukan keinginan untuk menjadi orang yang dipandang.
Kehidupan
yang harmonis merupakan hak setiap manusia dan ciptaan. Adanya hak ini
menjadikan manusia dan ciptaan lain dalam kehidupan seharusnya merasakan
keharmonisan itu. Akan tetapi, dalam realitasnya, ada saja manusia dan ciptaan
lain yang mengalami kesulitan untuk merasakan keharmonisan itu karena faktor
ekonomi yang rendah. Keadaan ini menuntut manusia untuk bekerja keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kerja keras itu dilakukan dengan bekerja sama
dengan manusia lain yang memiliki ekonomi yang baik dan telah berkecukupan
dalam kehidupan sehari-hari. Manusia yang berkecukupan itu akan mampu bekerja
sama dengan manusia yang berkekurangan apabila ia memiliki kesadaran bahwa
kedudukannya dengan sesama di mata Yang Ilahi itu sama. Kelimpahan materi
bukanlah sesuatu yang membedakan hakekat manusia yang satu dengan manusia yang
lain. Materi yang bergelimang merupakan anugerah yang digunakan untuk membangun
kehidupan bersama di alam semesta ini.
Konsepsi
tentang kehidupan Hinduime terus berputar seperti sebuah roda dan mencapai
kepenuhannya ketika atman bersatu
dengan Brahman menjadi pendorong
manusia dalam membangun kehidupan yang harmonis di muka bumi ini. Ada keyakinan
bahwa hidup yang penuh dengan hal-hal negatif akan mendatangkan kemunduran ketika manusia mengalami kematian.
Artinya manusia akan bereinkarnasi ke taraf yang rendah. Berdasarkan pemahaman
ini, setiap orang selalu berusaha untuk
menghindari hal-hal yang bersifat negatif. Hal itu dilakukan dengan membangun
ketekunan dalam membina kegiatan yang bersifat spiritual dan mewujudkan segala
keutamaan dalam tindakan kepada sesama.
Dalam
kehidupan, masyarakat diberi kesempatan dalam mencapai tujuan hidup manusia.
Kesempatan itu tampak dalam
bentuk-bentuk khas organisasi sosial. Adapun organisasi sosial yang
dimaksudkan ialah kasta (Shudra, Vaishya,
Kshatriya dan Brahmana).
Pembentukan kelas ini bukan dimaksudkan untuk merendahkan martabat manusia. Pembagian kelas ini
dilakukan untuk membangun kerjasama yang baik karena setiap kelas mempunyai
fungsi yang peran masing-masing. Kasta Shudra
memiliki kemampuan unatuk menanggu beban berat dan terdiri dari kaum buruh
atau hamba masyarakat. Kasta Vaishya
memiliki kemampuan untuk menghasilkan barang-barang ekonomi masyarakat dan
terdiri dari para pedagang. Kasta Kshatriya
memiliki kemampuan untuk melindungi masyarakat dan terdiri dari para prajurit.
Kasta Brahmana memiliki kemampuan
memimpin dan terdiri dari para imam atau guru. Perbedaan fungsi ini dapat
menjadi pelengkap satu sama lain, apabila ada sinergi yang dibangun dalam masyarakat[8]. Jika
di antara kasta ini terjadi hal-hal yang negatif seperti tidak saling
menghargai, maka yang terjadi ialah jalan manusia menuju tujuan hidupnya akan
semakin terhambat. Dengan demikian usaha untuk memperoleh kebahagiaan sejati
semakin sulit dan penuh dengan keburukan, bahkan penderitaan.
Jadi,
dalam hidup masyarakat umat Hindu sangat menghargai martabat manusia. Penghargaan
itu tidak semata-mata menunjukkan kesombongan diri, melainkan lebih pada
perwujudan diri dalam mencari dan menemukan jalan terbaik untuk bersatu dengan Brahman. Akhirnya dengan membangun hidup
yang baik bersama sesama dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang akan mendapatkan kebahagiaan sejati.
E. DAFTAR PUSTAKA
Fajri,
Rahmat,
2012
Agama-Agama
Dunia, Belukar, Yogyakarta.
Keene, M.,
2014 Agama-Agama
Dunia, Kanisius, Yogyakarta.
Koller,
J.M.,
2010 Filasafat
Asia, Ledalero, Maumere.
Omvedt, Gail,
2003 “Caste
and
Hinduism”, Economic and Political Weekly 38.
Raju,
P.T.,
1959 “Religion
And Spiritual Values In Indian
Thought”, Annals of the Bhandarkar Oriental
Research Institute 40.
Stevenson,
L.- Haberman, D.L.,
2001 Sepuluh
Teori Hakikat Manusia, Yayasan Bentang Budaya, Jakarta.
Woodburne,
A.S.,
1925
“The
Idea
of God
in Hinduism”, Journal of Religion 5.
[1]Michael Keene, Agama-Agama Dunia, Kanisius, Yogyakarta
2014, 14.
[2]Bdk. Leslie Stevenson &
D. L. Haberman, Sepuluh Teori Hakikat
Manusia, Yayasan Bentang Budaya, Jakarta 2001, 71.
[3] Bdk. Leslie Stevenson
& D. L. Haberman, Sepuluh Teori
Hakikat Manusia, 73.
[5] Bdk. Rahmat Fajri, Agama-Agama
Dunia, Belukar, Yogyakarta 2012, 63-84.
[6] Bdk. P. T. Raju, “Religion And Spiritual Values In Indian
Thought”, Annals of the Bhandarkar Oriental
Research Institute 40 (1959) 326.
[7] John M.Koller, Filasafat Asia, Ledalero, Maumere 2010, 84.
Komentar
Posting Komentar